Pilpres 2024
Pengamat: Putusan MK Buat Jokowi Seperti Pimpinan Korut, Siapkan Gibran Jadi Penerus
Ginting menyebut Jokowi seakan eks pimpinan diktator Korut, Kim Jong Il dan Gibran menjelma Kim Jong Un Indonesia yang disiapkan menjadi penerusnya.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sekan ditujukan untuk memberikan karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka maju dalam pilpres seakan membuat pemerintahan Indonesia saat ini layaknya rezim di Korea Utara.
Pasalnya, Gibran merupakan anak kandung dari Presiden Jokowi yang saat ini tengah berkuasa.
Sedangkan yang membacakan putusan di MK yakni Anwar Usman tak lain adalah adik ipar Jokowi atau paman dari Gibran.
“Publik sudah dapat membaca dengan kasat mata, keputusan ini ditujukan untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mendapatkan tiket mendaftar Pilpres 2024,” ujar pengamat politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting saat dihubungi, Selasa (17/10/2023).
Jokowi, lanjut Ginting, akan dikenang sebagai Presiden Indonesia yang buruk lantaran melakukan politik dinasti.
Terlebih, sebelum adanya putusan MK ini, Ginting menilai Jokowi telah menjadikan anak dan menantunya naik ke tampuk kekuasaan dengan cara instan mengabaikan etika politik.
Gibran Rakabuming Raka kini menjadi Wali Kota Solo meski disebut menabrak mekanisme partai saat prosesnya.
Kemudian ada sang menantu Jokowi, Bobby Nasution yang kini menjadi Wali Kota Medan.
Anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep langsung menjadi Ketua Umum PSI meski baru dua hari menjadi kader.

Dengan semua itu, Ginting menyebut Jokowi seakan eks pimpinan diktator Korut, Kim Jong Il dan Gibran menjelma Kim Jong Un versi Indonesia yang dipersiapkan menjadi penerusnya untuk berkuasa.
“MK yang dipimpin adik ipar Jokowi dapat dituduh membuat Jokowi bagai Kim Jong Il dan Gibran seperti Kim Jong Un model Indonesia."
"Contoh buruk Indonesia di era Reformasi,” ujar Ginting.
Sementara itu, terkait putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang menetapkan batas usia capres cawapres paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, Ginting menilai hal itu dapat menimbulkan instabilitas politik nasional dalam Pemilu 2024
“Keputusan MK di luar kewenangannya dapat menimbulkan instabilitas politik yang membahayakan persatuan nasional,” kata Ginting.
Dikemukakan, MK masuk ke wilayah yang diharamkan, karena masalah UU Pemilu merupakan open legal policy sebagai kewenangan pembuat undang-undang.

Penyimpangan yang dilakukan MK membuat Indonesia bisa kembali ke titik nadir seperti otoritarianisme di era Orde Baru Presiden Soeharto dan Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno.
“Kali ini penguasa meminjam tangan MK untuk melakukan tindakan mengarah kepada otoritarianisme, karena diduga ada campur tangan kekuasaan dalam keputusan kontroversial itu,” kata Ginting.
Menurutnya, MK dianggap melampaui batas kewenangannya, karena Undang Undang Pemilu merupakan masalah politik yang menjadi kewenangan DPR dan Presiden sebagai pembuat undang-undang.
Keputusan MK membuat kegaduhan politik nasional dan mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat.
“Diperkirakan akan muncul lautan demonstrasi menolak keputusan kontroversial MK.
Bahkan bukan tidak mungkin gelombang massa yang menuntut pembubaran MK,” ujar Ginting.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.