Apa itu Collateral Damage? Label yang Diberikan Benjamin Netanyahu Kepada Sipil Palestina yang Tewas
Mengenal istilah Collateral Damage, label yang diberikan PM Israel Benjamin Netanyahu kepada warga sipil Palestina yang tewas karena perang.
TRIBUNJAKARTA.COM - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut, warga sipil Palestina yang menjadi korban tewas dalam perang hanyalah collateral damage.
Ribuan nyawa warga sipil Palestina yang terbunuh secara masal dalam serangan militer Israel di Gaza, oleh Benjamin Netanyahu disebut sebagai korban collateral damage.
Netanyahu membantah tudingan bahwa serangan militer pada 7 Oktober 2023 sengaja menyasar dan membunuh warga sipil.
Sudah lebih dari 11 ribu warga Palestina tewas dalam serangan Israel, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Bahkan pasukan Israel secara habis-habisan menyerang warga di Gaza, dengan cara mengebom rumah, gedung, rumah sakit hingga tempat ibadah.
Mereka juga memutus aliran listrik, internet hingga air untuk warga Palestina.
Benjamin Netanyahu mengatakan warga sipil Palestina yang terbunuh secara massal itu hanyalah 'kerusakan tambahan' atau collateral damage.
Saat Israel melancarkan serangan berdarah di Gaza, Netanyahu tampaknya mencari pembenaran atas kematian warga sipil.
Kepada Meet the Press di NBC pada hari Minggu (12/11/2023), ia mengatakan:
“Kami sengaja melakukan segala daya kami untuk menargetkan musuh."
"Dan warga sipil, seperti yang terjadi di setiap negara yang berperang, terkadang disebut 'kehancuran tambahan'." ujarnya.
Lantas, apa itu collateral damage yang disebut Benjamin Netanyahu?

Apa Itu Collateral Damage
Menurut kamus Oxford, secara harfiah collateral damage adalah kerusakan atau kehancuran tambahan, mengacu pada kematian atau cedera pada warga sipil (orang yang bukan anggota angkatan bersenjata) atau kerusakan pada bangunan yang tidak berhubungan dengan militer selama perang.
Orang-orang menggunakan istilah 'collateral damage' untuk menghindari mengatakan 'terbunuhnya orang-orang yang tidak berdosa.'
Sejak pengembangan amunisi berpemandu presisi pada tahun 1970an, pasukan militer sering kali mengklaim telah berupaya keras untuk meminimalkan kerusakan tambahan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.