Srikandi Penjaga Perbatasan Paling Timur Indonesia, Mathilda Pusung dan Ni Luh Puspa
BNPP memiliki dua srikandi yang bertugas menjaga perbatasan paling timur Indonesia, mereka bernama Mathilda Pusung dan Ni Luh Puspa
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, JAYAPURA - Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) memiliki dua srikandi yang bertugas menjaga perbatasan paling timur Indonesia, mereka bernama Mathilda Pusung dan Ni Luh Puspa.
Mathilda bertugas di Pos Lintas Batas Negara atau PLBN Skouw Jayapura, sedangkan Nil Luh Puspa memegang kendali di PLBN Sota, Merauke.
Pengalaman mengelola perbatasan tak usah diragukan lagi, keduanya sama-sama meniti karir sebagai pegawai Provinsi Papua sebelum BNPP dibentuk 2010 silam.
Tugas yang diemban dua srikandi ini tidak mudah, mereka adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di kawasan perbatasan.
"Kami hadir di sini sebagai perpanjangan tangan pemerintah, kolaborasi dengan pemprov dan pemkab/pemkot untuk melihat langsung dan menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat," kata wanita yang akrab disapa Thilda, Kamis (16/11/2023).
Mengelola perbatasan tidak hanya sebatas manajerial layanan keimigrasian, kepabeanan atau kekarantinaan.
Lebih dari itu, kepala PLBN juga menjadi ujung tombak pemerintah dalam menjalin hubungan baik dengan masyarakat perbatasan.
Hal ini tentu tidak mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi dua srikandi milik BNPP tersebut.
TribunJakarta.com melihat secara langsung bagaian Thilda berperan sangat apik, momen tersebut terjadi saat mendampingi Pelaksanaan Harian (Phl) Sekretaris BNPP Robert Simbolon meninjau jalur tidak resmi pelintas perbatasan, Jumat (17/11/2023).
Akses masuk jalur tidak resmi atau ilegal ini ada di sebelah selatan PLBN Skouw, jalan tanah berbatu di tengah pepohonan.
Jalur tidak resmi ini telah ditutup oleh PLBN Skouw, menggunakan pagar baja untuk mengantisipasi lalu lintas kendaraan keluar masuk perbatasan secara ilegal.
Saat melakukan peninjauan, dua orang pria berboncengan sepeda motor datang. Satu diantaranya marah sambil berkata menggunakan bahasa daerah.
Teriakan pria tersebut sempat membuat suasana mencekam, rombongan BNPP pusat yang sedang melakukan peninjauan langsung terdiam.
Namun tidak dengan Mathilda, dengan tenang dia berusaha mendekat ke arah pria yang marah-marah terus.
"No..no... No problem," kata Mathilda sambil berjalan berusaha menenangkan pria yang marah-marah.
Ucapan Mathilda sempat tidak digubris, pria tersebut turun dari motornya sambil menunjuk ke arah Mathilda.
Ketenangan Mathilda rupanya benar-benar stabil, dia terus jalan mendekati pria tersebut berusaha menenangkan.
Beruntung tindakan pria tersebut tak sampai berdampak buruk, setelah puas ngoceh dengan nada tinggi dia pergi menjauh.
Usai insiden tersebut, Mathilda menjelaskan bahwa pria yang tiba-tiba datang marah-marah merupakan anak pemilik lahan yang terdapat jalur perlintasan ilegal.
Kata Mathilda, pria tersebut tidak senang dengan kehadiran rombongan BNPP pusat yang sedang meninjau jalur perlintasan ilegal.
Ucapan yang diutarakan pria tersebut saat marah-marah meminta rombongan keluar dari tanahnya, karena tahan yang dimasukin itu merupakan tanah adat.
Menurut Mathilda, pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan pemilik tanah atau ayah dari pria tersebut.
Pemilik tanah serta masyarakat sekitar perbatasan telah sepakat dengan kebijakan penutupan jalur perlintasan ilegal.
Selain sebagai akses ilegal, jalur tersebut memang kerap digunakan masyarakat untuk melakukan perjalan ke kebun.
Penutupan secara penuh tidak dapat dilakukan mengingat masyarakat masih membutuhkan akses jalan tersebut, pemasangan pagar dilakukan untuk meminimalisir kegiatan lintas batas ilegal.
Misalnya penyelundupan barang-barang ilegal seperti narkoba atau semacamnya, Mathilda dan petugas perbatasan masih terus mencari solusi terbaik menyikapi keberadaan jalur perlintasan tidak resmi dengan melibatkan masyarakat.
Kejadian seperti itu lanjut Mathilda, merupakan tantangan baginya sebagai petugas perbatasan.
Dia merasakan sangat terhormat diberikan kepercayaan mengawal perbatasan, meski duka telah berubah menjadi suka.
"Paling tidak kami diberikan kepercayaan oleh negara sebagai abdi negara menjaga dan mengawal kawasan perbatasan, menurut kami itu adalah penghormatan yang tinggi kepada kami," tega dia.
Hal yang sama dirasakan Ni Luh Puspa, menjadi petugas perbatasan tentu dikelilingi dengan segala keterbatasan.
"Jauh dari keluarga, perbatasan jauh, serba terbatas. Kalau sukanya ya masing-masing orang berbeda, kalau saya kan senang tidur tidak hingar bingar, jadi pagi-pagi masih dengar suara kodok, suara burung, masih alami," ucapnya sambil tersenyum.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
| BNPP RI Matangkan Kebijakan Perbatasan 2025-2029, Fokus Pertahanan hingga Kesejahteraan |
|
|---|
| Melihat Perlintasan Liar Perbatasan RI-PNG, Akses Lintasan Narkoba Hingga Jalur Ilegal Lukas Enembe |
|
|---|
| FOTO: Galeri Arsip Perbatasan, Perjalanan Panjang Masyarakat Papua Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi |
|
|---|
| Potret Keindahan Tiga Batas Negara Indonesia Diabadikan dalam Prangko Seri PLBN yang Layak Dikoleksi |
|
|---|
| Marak Lintas Batas Negara Jalur Tidak Resmi, Pembangunan PLBN Terus Dilanjutkan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/Kepala-PLBN-Sota-Ni-Luh-Puspa.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.