Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Tolak Draf RUU DKJ Soal Tak Ada Pilkada Jakarta, Singgung Neo Orde Baru

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menyoroti soal draf RUU DKJ. Ia menyinggung neo Orde Baru.

Kompas.com
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak. Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menyoroti soal draf RUU DKJ. Ia menyinggung neo Orde Baru. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menyoroti soal draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang disahkan sebagai usulan inisiatif DPR RI pada Selasa (5/12/2023) kemarin.

Merajuk isi draf tersebut yang beredar, Gilbert menolak jika Pilkada DKI Jakarta bakal ditiadakan dan diganti penunjukannya oleh Presiden RI.

Menurut Gilbert, jika alasan peniadaan Pilkada di Jakarta nantinya karena faktor biaya maka hal itu sangat tidak logis.

Ia membandingkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Jakarta yang berada di angka 8 juta jiwa dengan provinsi lain yang jumlah DPT mereka jauh lebih banyak.

Menurut Gilbert, salah satu alasan pilkada langsung adalah untuk menghilangkan kesan sentralistik yang berlangsung selama Orde Baru, dimana saat itu kepala daerah ditunjuk oleh Presiden. Hal itu sesuai dengan amandemen UUD 1945 dan semangat reformasi

"Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orba untuk sentralistik," kata Gilbert, Rabu (6/12/2023).

Dipaparkan Gilbert, sesuai UUD 1945, Presiden juga dibatasi kekuasaannya. Pengangkatan Menteri, Duta Besar dan lainnya adalah wewenang Presiden, tetapi tidak Gubernur.

Ia berharap UU Daerah Khusus Jakarta nantinya sebagai pengganti UU Nomor 29 Tahun 2007 Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara tidak mengebiri hak konstitusional warga untuk memilih pemimpinnya secara langsung.

"RUU ini sangat tidak masuk karena memberi wewenang baru kepada Presiden lewat UU, harusnya lewat amandemen UUD memberi kekuasaan kepada Presiden lebih luas termasuk mengangkat Gubernur," papar Gilbert.

Untuk diketahui, dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi: “Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD”.

RUU DKJ juga mengatur soal masa jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun sejak tanggal pelantikan.

Kemudian, jabatan gubernur dan wakil gubernur ini bisa diperpanjang untuk satu kali masa jabatan.

Nantinya, penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam draf RUU DKJ itu juga dijelaskan bahwa jabatan wali kota dan bupati bakal tetap menjadi kewenangan gubernur.

Dalam menjalankan tugasnya, gubernur dan DPRD bakal dibantu oleh perangkat daerah yang setidaknya terdiri dari sekretaris daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas daerah, badan daerah, dan kota administrasi/kabupaten administrasi.


Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved