4 Anak Membusuk di Jagakarsa
Catatan KPAI dalam Kasus Pembunuhan 4 Anak Jagakarsa, Penanganan KDRT di Polisi dan Masyarakat
KPAI menyampaikan catatan dalam penanganan kasus KDRT di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Penulis: Bima Putra | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan catatan dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ada sejumlah poin yang disampaikan KPAI dalam kasus KDRT dilakukan Panca Darmansyah terhadap istrinya, D hingga berujung pembunuhan empat anak VA (6), S (4), A (3), dan AS (1).
Di antaranya meliputi penanganan kasus KDRT dilakukan jajaran Polsek Jagakarsa, Polres Metro Jakarta Selatan, kondisi masyarakat, hingga mendesaknya pengesahan RUU Pengasuhan Anak.
Dalam penanganan laporan KDRT dibuat D ke Polsek Jagakarsa, KPAI menilai belum adanya layanan integratif untuk menangani anak dalam yang berada di tengah kasus KDRT.
"Sebenarnya bukan kesalahan. Tetapi KPAI melihat belum adanya layanan integratif ketika didapati anak dalam kasus KDRT," kata Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra saat dikonfirmasi Sabtu (9/12/2023).
Hal ini menanggapi laporan kasus KDRT dibuat pihak keluarga D ke Polsek Jagakarsa pada Sabtu (2/12/2023), atau sebelum Panca membunuh keempat anaknya di unit kontrakan.
Setelah laporan tersebut, Panca sebagai terlapor kasus KDRT dibiarkan tinggal bersama empat anaknya dan sempat tak menghadiri panggilan pemeriksaan dengan alasan mengasuh anak.
"Tentu ada sensitifitas, kepekaan petugas ya. Apalagi kasusnya sudah dilaporkan keluarga ke kepolisian. Hanya memang ada permasalahan dianggap kepolisian belum bisa dilanjutkan," ujar Jasra.
Permasalahan tersebut karena D di rumah sakit akibat luka penganiayaan tindak pidana KDRT dialami, sementara orangtua yang tersisa melakukan peran pengasuhan adalah Panca.
Jasra menuturkan terdapat risiko tinggi ketika seorang pelaku tindak pidana dibiarkan mengasuh anak, dalam kasus ini dampaknya dialami keempat anak yang ditemukan tewas pada Rabu (6/12/2023).
"Ada risiko tinggi ketika pelaku dibiarkan mengasuh anak yang berdampak besar pada meninggalnya empat anak. Ada situasi tidak terkontrol setelah melakukan pemukulan dan dilaporkan," tuturnya.
Berdasar informasi diterima KPAI pihak keluarga D melaporkan Panca ke Polsek Jagakarsa setelah korban mengalami muntah darah, berteriak meminta ampun karena dianiaya.
Dalam hal ini Jasra menduga terdapat pengaruh antara anggaran, beban kerja sebagai aparat penegak hukum sehingga setelah menjadi terlapor Panca tetap dibiarkan mengasuh anak.
"Pentingnya dalam persoalan KDRT, karena di sana ada anak. Ke depan, situasi anak-anak dalam pusaran konflik orang tua, yang tersandera, harus dikeluarkan atau dijauhkan dari konflik," lanjut dia.
Guna mencegah kasus serupa terulang KPAI mendorong sejak awal penanganan laporan KDRT diterima perlu melibatkan lintas profesi, sehingga tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum.
Dalam UU Nomor 23 tahun 2004 pun disebut korban KDRT mendapat perlindungan sementara dalam kurun waktu 1X24 jam setelah laporan diterima aparat penegak hukum.
Bila mengacu UU tersebut, perlindungan sementara untuk korban KDRT ini diberikan aparat dengan melibatkan tenaga kesehatan, pekerja sosial, pembimbing rohani, dan pihak lain.
"Penting ke depan mendorong sistem penanganan kasus KDRT yang menyertakan lintas profesi setelah petugas medapat laporan (kasus dari korban)," sambung Jasra.
Pada segi lingkungan, KPAI menyoroti sikap masyarakat di sekitar lokasi yang mengetahui terjadinya tindak pidana KDRT dilakukan Panca terhadap D tapi tidak mengambil tindakan.
Warga di sekitar lokasi mengaku mengetahui KDRT dialami D, termasuk masalah ekonomi seperti tunggakan kontrakan yang tujuh bulan tidak dibayarkan, dan lainnya.
"Sejak tinggal mereka tidak pernah menyerahkan KK (kartu keluarga), yang membuat kompleks situasi. Hanya masyarakat dianggap kurang menyadari di sana ada anak," kata Jasra.
Hal lain yang perlu dilakukan untuk mencegah kasus serupa terulang dengan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengasuhan Anak yang terus diperjuangkan berbagai pihak.
Menurut KPAI meski sudah ada UU Perlindungan Anak namun UU Pengasuhan Anak tetap diperlukan karena selama ini aturan yang ada belum dapat mencegah kasus kekerasan anak secara maksimal.
"Untuk pengasuhan di dalam keluarga kita belum memiliki instrumen yang cukup, agar sebelum anak-anak mendapatkan kekerasan kita sudah dapat mengintervensi dalam keluarga," ujarnya.
Jasra menuturkan KPAI juga mendorong bagian pelayanan perempuan dan anak di jajaran Polri ditingkatkan menjadi tingkat Direktorat PPA dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Tujuannya agar dalam penanganan kasus KDRT Polri memiliki wewenang yang lebih luas sehingga dapat mengintervensi pengasuhan anak dalam keluarga terjadi tindak pidana KDRT.
"Termasuk mengintervensi layanan pengasuhan anak dalam keluarga KDRT, yang bisa mengembalikan (hak asuh) anak nantinya, setelah akar KDRT-nya dapat diselesaikan," tuturnya.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Panca Darmansyah Tega Bunuh 4 Anak dan KDRT Istri Sampai Dirawat di RS, tapi Tak Terima Divonis Mati |
![]() |
---|
Panca Darmansyah Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Tak Terima Divonis Mati, Bahas Soal Keadilan |
![]() |
---|
BREAKING NEWS Panca Darmansyah Divonis Hukuman Mati, Terbukti Membunuh 4 Anak Kandung |
![]() |
---|
Hari Ini Hakim Bakal Tentukan Nasib Panca Darmansyah, Duduk Perkara Ayah Pembunuh 4 Anak Kandung |
![]() |
---|
Jelang Vonis, Panca Darmansyah Pembunuh 4 Anak Kandung Berharap Direhabilitasi di Rumah Sakit Jiwa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.