Hukum Merayakan Tahun Baru 2024 Bagi Umat Islam, Begini Pendapat Ustaz dan Ulama

Hingga saat ini hukum merayakan tahun baru masih menjadi perdebatan bagi umat Islam. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum merayakan tahun baru ?

Editor: Muji Lestari
freepik
Ilustrasi main kembang api. Simak hukum merayakan tahun baru 2024 dalam Islam 

TRIBUNJAKARTA.COM - Tak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung tahun 2023, dan menuju Tahun Baru 2024.

Tahun Baru merupakan perayaan yang paling dinantikan oleh sebagian besar masyarakat.

Banyak hal dilakukan untuk memeriahkan pesta pergantian tahun ini, mulai dari menggelar berbagai acara konser, barbekyu bersama keluarga, hingga menyalakan kembang api saat malam tahun baru tiba.

Menjelang pergantian tahun, tak jarang juga banyak yang mempertanyakan terkait hukum merayakan tahun baru masehi bagi umat Islam.

Hingga saat ini hukum merayakan tahun baru masih menjadi perdebatan bagi umat Islam.

Pasalnya sebagian umat muslim masih bingung apakah merayakan Tahun Baru dalam Islam ini diperbolehkan atau tidak.

Lantas, bagaimana hukum merayakan tahun baru dalam Islam?

Ilustrasi 2024.
Ilustrasi 2024. (freepik)

Berikut ini penjelasan mengenai hukum merayakan tahun baru bagi umat Islam menurut ustaz dan ulama:

Hukum merayakan tahun baru menurut UAS

Melansir YouTube Dakwah Cyber, Ustaz Abdul Somad (UAS) sempat memberikan penjelasan mengenai hukum merayakan tahun baru bagi umat Islam.

Disampaikan UAS, dalam perayaan pergantian malam tahun baru Masehi, seringkali dijumpai perayaan dengan meniup terompet.

Padahal, meniup terompet bukanlah tradisi muslim.

"Meniup-meniup terompet adalah tradisi Yahudi pada perjanjian lama,"

"Itu ditiuplah terompet tanduk kerbau untuk menyambut tahun baru, maka jangan kasih anak-anak kita untuk meniup terompet," kata UAS di awal video.

Malam tahun baru sebaiknya digunakan untuk muhasabah diri dan menjadikan momen tersebut sebagai waktu untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Lanjut UAS, juga disarankan untuk lebih menghidupkan suasana masjid seperti membuat pengajian atau mengadakan tabliq akbar.

"Malam tahun baru, masjid buat tabliq akbar, undang ustadz dan lakukan muhasabah, jam 12 jam satu terus," tuturnya.

Selain itu, saran UAS selanjutnya adalah masjid-masjid melakukan pengajian agar pemuda dan warga tidak ikut membakar mercon maupun meniup terompet.

Warga juga bisa menghadiri kajian ilmu di masjid atau paling tidak jika tidak ingin muncul keinginan merayakan, setelah isya langsung tidur.

"Anak-anak muda yang tidak datang ke masjid, habis isya tidur, kalau tidak bisa tidur, makan obat tidur dua biji. Jangan ikut merayakan tahun baru," tegasnya.

Perkara demikian bisa dijadikan salah satu cara agar tidak terikut merayakan tahun baru Masehi.

Menurut UAS, lebih baik warga menyibukkan diri melakukan muhasabah di masjid daripada meniup terompet maupun membakar mercon.

Sebab, budaya demikian tidak ada di dalam Islam.

Hukum merayakan tahun baru menurut Buya Yahya

Hal hampir senada juga disampaikan oleh Buya Yahya dalam sebuah tayangan video YouTube.

Menurut Buya menyebutkan bahwa perayaan tahun baru Masehi ini hendaknya dihindari karena budayanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

"Tahun Baru Masehi, bukan yang dipermasalahkan dzatnya bulan dan hari, akan tetapi kebiasaan dan kebudayaan yang terjadi di tahun baru tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut, Buya Yahya menyebutkan umat muslim hendaknya tidak melakukan perayaan tahun baru karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjerumuskan pada maksiat.

"Apa yang dilakukan oleh umat saat itu? Berhura-hura, berfoya-foya, dan yang banyak merayakan ini orang di luar Islam sana karena bangga dengan tahun baru mereka, kemaksiatan di dalamnya," ujarnya.

"Jadi mengikuti budaya-budaya kafir itulah yang tidak diperkenankan. Kalau masalah hari, kita pakai hari, tanggal kita pakai tanggal mereka," imbuhnya.

Selai itu Buya Yahya dalam ceramahnya juga membahas suatu hadis yang menggambarkan kondisi umat muslim yang mengikuti budaya non muslim. Meskipun tampak sepele, namun kita sebagai umat muslim perlu berhati-hati terhadap budaya non muslim yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

"Disebutkan bahwa nanti ada sekelompok dari kalian ini ada yang bakal ngikuti budayanya orang di luar Islam. Budaya, bukan urusan akidah saja, kebiasaan sejengkal demi sejengkal, setengah depa atau sedepa demi sedepa, sampai kalau mereka masuk ke lobang biawak tuh mereka ikut," ujar Buya Yahya menerangkan sebuah hadis.

Buya Yahya juga mengatakan, kebiasaan mengikuti budaya non muslim ini diakibatkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Beberapa umat muslim tampak bersuka cita merayakan tahun baru Masehi, namun tidak dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahun Islam.

"Begitulah umat Islam yang lemah pendirian, kerjanya ngikut-ngikut saja. Dan memang umat Islam ini banyak yang lemah pendirian. Kita itu heboh dengan merayakan tahun baru masehi," kata Buya Yahya.

"Giliran tahun baru Hijriyah, tidur. Muncul kemunafikan di sini," sambungnya.

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News.

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved