THR Harus Dicairkan Paling Lambat H-7 Lebaran, Menaker Buka Posko Pengaduan Bila Pengusaha Melanggar
Menaker Ida Fauziyah menegaskan bahwa pencairan THR bagi para pekerja, harus dilakukan oleh pengusaha paling lambat H-7 Lebaran.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan bahwa pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pekerja, harus dilakukan oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Aturan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, juga Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Berdasar pasal 2 Permenaker Nomor 6 tahun 2016, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Adapun hitungan THR itu, juga diatur dalam peraturan menteri tersebut.
"THR itu adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha ke pekerja. Ketentuannya ada di PP 36 kemudian ada Permenaker, itu kewajiban yang harus dibayar pengusaha kepada pekerja untuk memenuhi kebutuhan menjelang lebaran," ucap Menaker Ida saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
"Kewajibannya harus dibayar H-7. H-7 pokoknya harus selesai dibayar. Paling telat," sambungnya.
Ia menyebut, pemberian THR ini merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan para pekerja menjelang hari raya keagamaan.
Sebagai bentuk pengawasan, pihaknya juga akan membuka posko THR untuk tahun 2024 ini.
Posko tersebut nantinya akan melayani berbagai persoalan seputar THR bagi pengusaha maupun pekerja.
Termasuk di dalamnya melayani konsultasi dan pengaduan," kata Ida.
Ida pun mengatakan, akan segera menerbitkan surat edaran tentang pemberian THR bagi pekerja pada gubernur-gubernur di Indonesia.
"Kami nanti hari Senin-Selasa akan keluarkan surat edaran kepada para Gubernur, untuk disampaikan kepada para pengusaha," ucap Ida.
Besaran THR
Sementara itu, besaran THR yang akan diberikan pengusaha kepada pekerja atau buruh juga diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Berdasar aturan itu, THR Keagamaan diberikan kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan
perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tentu.
Adapun bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, wajib diberikan THR sebesar satu bulan upah.
Sementara untuk pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja kurang dari 12 bulan, maka THR harus diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan rumus sebagai berikut:
Masa kerja : 12 x satu bulan upah.
Bagi buruh atau pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian waktu tidak tentu lalu mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka berhak mendapat THR.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.