Sekarang Punya 2 Power, Jokowi Diprediksi Bakal Jadi Pemain Politik Pinggiran Jika Tak Seperti SBY

Presiden Jokowi disebut akan menjadi pemain politik pinggiran di masa yang akan datang jika tidak melakukan langkah seperti Presiden ke-6 RI SBY.

Kolase Foto TribunJakarta
Kolase Foto Presiden Joko Widodo dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Jokowi disebut akan menjadi pemain politik pinggiran di masa yang akan datang jika tidak melakukan langkah seperti Presiden ke-6 RI SBY. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Presiden Joko Widodo disebut akan menjadi pemain politik pinggiran di masa yang akan datang jika tidak melakukan langkah seperti Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dua kekuatan atau power Presiden Jokowi pun diungkap Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan.

Pertama, Presiden Jokowi memiliki popularitas. Sedangkan faktor kedua, Jokowi masih memegang kendali kekuasaan hingga 20 Oktober 2024.

Menurut Djayadi, dua kekuatan Jokowi itu masih penting bagi partai politik.

Partai politik, lanjut Djayadi, masih hati-hati berbicara dengan Jokowi.

"Tetapi setelah 20 Oktober kita nggak tahu apakah Bang Doli (Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia) masih sehati-hati ini bicara soal Pak Jokowi, misalnya," imbuh Djayadi dikutip dari Kompas TV.

Namun, Jokowi diminta memiliki posisi penting di partai politik setelah lengser dari jabatannya.

Djayadi mencontohkan langkah Susilo Bambang Yudhoyono selepas tak menjabat sebagai Presiden RI.

SBY sempat menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Kini SBY menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Djayadi mengungkapkan Presiden Jokowi diprediksi bisa menjadi pemain politik pinggiran pada masa mendatang bila tidak memiliki posisi penting di partai politik.

“Pak Jokowi itu kalau mau relevan, di periode yang akan datang dia harus berpartai, gitu kan, kalau Pak Jokowi tidak berpartai ke depan, berpartainya dalam posisi yang penting ya, misalnya seperti Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jadi ketua partai, kalau tidak ya jadi pemain politik pinggiran ke depan,” kata Djayadi.

Diketahui, Jokowi saat ini masih tercatat sebagai kader PDI Perjuangan. Bahkan, PDI Perjuangan mengusung Jokowi selama dua periode.

Namun kondisi politik pada Pilpres 2024 membuat hubungan Jokowi dengan PDIP nampak tidak harmonis.

Gestur politik Presiden Jokowi menunjukkan dukungannya bukan untuk kandidat yang diusung PDI Perjuangan, partai yang pernah membuatnya jadi presiden.

Jokowi lebih menampilkan ke publik untuk mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Sementara itu, pengamat politik Siti Zuhro mengingatkan Jokowi memiliki tugas pokok di akhir jabatan presiden untuk mengantarkan pemilu berkualitas, bukan memperpanjang cawe-cawe.

“Menarik ya, tahun 2022 akhir itu saya mengatakan Pak Jokowi kan sudah dua periode, maka berakhirlah dengan husnul khotimah, itu dalam sekali artinya,” kata Zuhro.

“Artinya apa? Kita lihat sejarah presiden mulai Bung Karno, Pak Harto, terus Pak Habibie, seterusnya sampai Pak SBY, apakah ada yang pasca jadi presiden itu ruwet banget posisinya mau diletakkan sebagai apa pun.”

Indonesia, kata Siti, tidak memiliki sejarah seperti itu. Oleh sebab itu, Siti Zuhro menyebutkan tugas pokok Jokowi menjelang purnabakti adalah mengantarkan pemilu yang berkualitas.

“Kita tidak punya sejarah seperti itu, maka tugas pokok dari Pak Jokowi di dua periode terakhir ini, mau purnabakti ini adalah mengantarkan pemilu betul-betul berkualitas, damai, free and fair dan sebagainya, yang baguslah.”

“Bukan cawe-cawe yang diperpanjang , jadi ingin terus in power, jadi ini sindrom nanti,” jelasnya.

Siti Zuhro mengungkapkan dalam demokrasi tidak mengenal kultus, demokrasi adalah duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dan ada pemilihan umum (pemilu).

“Maka pemilu ini sebetulnya menjadi ajangnya partai-partai politik yang notabene adalah pilar dan aset negara.”

“Kita menyaksikan pemilu tahun ini itu diikuti oleh partai-partai yang standingnya tidak cukup kokoh. Menjelang pemilu kemarin itu mengapa saya melihat partai-partai politik tidak dalam posisi yang sangat powerfull untuk mengatakan sesuatu,” bebernya.

Bahkan kata dia, mendadak ada kultus yang seolah-olah menempatkan Jokowi seharusnya mengatur semuanya.

“Kok lalu mendadak tadi itu ada kultus, seolah-olah Pak Jokowi seharusnya mengatur semuanya. Tidak bisa seperti itu. Ini demokrasi, bukan sistem kerajaan.”

Sementara orang-orang yang menjorokkan Jokowi tersebut, melakukan hal itu supaya tetap ikut dalam menikmati kekuasaan. (KompasTV)

Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved