Rektor Univ Pancasila Dipolisikan

4 Bulan Kasus Dugaan Pelecehan Mantan Rektor UP, Polisi Masih Tunggu Hasil Visum

Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan mantan rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno masih terus bergulir di Polda Metro Jaya.

Annas Furqon Hakim/TribunJakarta.com
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi saat diwawancarai soal ledakan yang menewaskan seorang kuli bangunan di Jalan Prahu, Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2023). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan mantan rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno masih terus bergulir di Polda Metro Jaya.

Terhitung sejak dilaporkan pada Januari 2024, kasus ini telah berjalan selama sekitar empat bulan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, penyidik masih menunggu hasil visum untuk menentukan langkah selanjutnya.

"Hasil visum dan psikologi belum keluar," kata Ade Ary saat dikonfirmasi, Selasa (7/5/2024).

Hanya saja, Ade Ary belum dapat memastikan kapan hasil visum dan psikologi itu bakal diterima penyidik.

Edie sebelumnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pelecehan seksual terhadap du stafnya yakni perempuan berinisial RZ dan DF.

Namun, Edie membantah tuduhan telah melakukan pelecehan.

Edie tidak menyangka dituduh melakukan pelecehan seksual hingga membuatnya dipolisikan dan dinonaktifkan sebagai Rektor Universitas Pancasila.

"Tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh saya bisa berada di titik seperti ini," kata Edie, Kamis (29/2/2024).

Edie merasa kasus ini telah membuatnya berada di titik nadir. Ia menyebut nama baiknya hancur dan prestasinya lenyap seketika.

"Titik nadir paling bawah. nama baik saya dipertaruhkan. Bukan hanya nama baik saya yang hancur, prestasi, loyalitas saya tiba-tiba harus lenyap," ujar dia.

Ia mengaku sedih sekaligus malu lantaran dituding melecehkan dua bawahannya. Ia merasa menjadi korban pembunuhan karakter.

"Mungkin bapak dan ibu nggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya, dan sedih saya. Karena apa? Selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru sekali ini saya dihina, dijadikan korban character assasination, pembunuhan karakter," ucap Edie.

"Padahal, seorang dosen atau guru, saya orang yang betul menjaga etika dan budi. Saya sangat malu di depan semua orang. Makanya saya pakai topi," imbuh dia.

Menurut dia, kasus ini juga turut berdampak terhadap keluarganya yang ikut merasa malu.

"Saya punya keluarga, saya punya istri dan anak-anak yang sudah besar. Bisa dibayangkan gak, betapa mereka sedih dan malu ayahnya diperlakukan seperti ini," tutur Edie.

Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved