Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi Sumbar

2 Jembatan Tak Hancur, Petani Ini Tak Percaya Bebatuan Raksasa Lahar Dingin Sampai ke Bukik Batabuah

Gunung Marapi memuntahkan lahar dingin atau disebut galado pada Sabtu (11/5/2024) sekira pukul 22.00 WIB.

Tribunnews.com/Reynas Abdila
Gunung Marapi memuntuhkan lahar dingin atau disebut galodo hingga mengalir sampai di Jalan Raya Canduang, Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Pada Sabtu (11/5/2024) malam itu sekira pukul 10.00 WIB, banjir lahar dingin itu sampai ke pemukiman warga dan membuat Surya, petani terong Bukik Batabuah yang ladangnya ikut tertimbun galodo melihat fenomena ini sebagai hal mistis 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Gunung Marapi memuntahkan lahar dingin atau disebut galado pada Sabtu (11/5/2024) sekira pukul 22.00 WIB.

Bahkan galado sampai mengalir sampai di Jalan Raya Canduang, Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan masuk ke permukiman warga.

Petani terong Bukik Batabuah, Surya turut terdampak banjir lahar dingin ini. Ladangnya ikut tertimbun galodo dan ia menganggap fenomena ini sebagai hal mistis.

Bertahun-tahun menanam terong di aliran sungai dari Gunung Marapai, ia mengaku tak memiliki firasat apapun.

“Sebelum kejadian saya masih sempat tanam terong tetapi memang tidak ada tanda-tanda galado akan terjadi malam hari,” ucap Surya kepada Tribun Network, Rabu (15/5/2024).

Namun, temannya sempat memberitahu dirinya mengenai galado yang kembali terjadi dan kali ini jauh lebih besar.

“Bercanda saja mana mungkin bisa sore tadi di sungai tidak ada tanda-tanda galado hanya ada anak-anak main kejar kayu tonggak tomat,” pikir pria berambut gondrong itu.


Hingga pada pagi harinya, Surya bergegas menuju ke ladang tanaman terongnya dan justru tak menyangka kondisi di Bukik Batabuah hancur lebur.

Surya mengaku tak percaya bagaimana bisa bebatuan raksasa ini sampai ke bawah. Sementara ada dua jembatan yang hanya bisa dilalui satu mobil masih utuh tidak hancur.

“Bagi saya ini misteri kan ndak mungkin batu-batu ini datang dari langit sedangkan dua kilometer sebelumnya ada dua jembatan masih utuh penghubung ke Kubang Putiah,” ungkapnya.

Kata dia, kalau batu-batu besar maupun kayu besar turun berbarengan kemungkinan tertahan di jembatan sebelumnya.

“Ku tengok ndak ada satupun di jalan itu kayu tonggak yang luber ke jalan, bengong pula saya,” imbuhnya dengan logat Sumatera.

Ia pun langsung menyandingkan fenomena ini dengan cerita air mata Ibu Malin Kundang yang berubah menjadi batu.

“Sampai sekarang tidak ada yang tahu batu Malin Kundang itu jenis batu apa,” ucapnya.

Dia menekankan bahwa peristiwa ini adalah pengingat bahwa alam dan semesta milik Tuhan Yang Mahasa Kuasa.

Selain batu-batuan berdiameter besar, sejumlah batang pohon tua dan kayu juga ikut terbawa galado.

Ia berharap kondisi yang dialami warga Bukik Batabuah mendapat perhatian serius dari pemerintah.

 

(Tribunnews)

 

Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

 

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved