DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap
Update Kasus Vina, 7 Terpidana Dipisahkan ke-3 Lapas Berbeda, Strategi Agar Mental Mereka Melemah?
Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky dipisahkan lalu dipindahan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) yang berbeda di Bandung.
TRIBUNJAKARTA.COM - Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky dipisahkan lalu dipindahan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) yang berbeda di Bandung.
Diketahui mereka dipindahkan ke tiga lapas.
Narapidana bernama Sudirman bin Suratno dipindah ke Lapas Kelas II A Banceuy.
Selanjutnya, dua narapidana lainnya atas nama Jaya bin Sabdul dan Eko Ramadhani alias Koplak bin Kosim ke Lapas II A Narkotika Bandung.
Terakhir, empat narapidana atas nama Rivaldi Aditya Wardana alias Ucin bin Asep Kusnadi, Hadi Saputra alias Bolang bin Kasana, Supriyanto alias Kasdul bin Sutadi dan Eka Sandy alias Tiwul bin Muran ke Rutan Kelas I Bandung.
Hotman mempertanyakan alasan di balik para terpidana tersebut dipisahkan.
Pasalnya, hal itu dapat mempengaruhi mereka secara mental untuk menyatakan kebenaran.
"Mereka itu kan hanya orang-orang pendidikan rendah bahkan ada yang buruh bangunan, kalau dipisah-pisah begini mental mereka makin lemah makin enggak berani menyatakan kebenaran," ujar Hotman Paris dikutip dari akun Instagram resminya yang diunggah pada Selasa (18/6/2024).
Hotman Paris mengatakan permintaan dipindahkannya para terpidana ke lapas berbeda diduga berasal dari penyidik.
Ia lalu meminta kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, untuk 7 terpidana tersebut disatukan di Lapas Cirebon.
"Kami mohon kepada bapak Menteri Hukum dan Ham, kepada bapak Kakanwil Lapas Jawa Barat agar 7 narapidana ini dipindahkan ke Lapas Cirebon, sebagai lembaga yang berwenang agar semua pihak yang mau mendatangi dapat akses lebih cepat. Baik mungkin ada komisi Tiga DPR, LPSK dan sebagainya," ujar pengacara kondang tersebut.
Menurut Hotman, penyidik sangat diuntungkan dengan pemindahan para terpidana itu ke lapas yang berbeda.
Penyidik bisa jadi menekan para terpidana tersebut.
"Ya, kalau dipisah-pisah begini, ini sangat mengungtungkan penyidik, yang target utamanya hanya agar Pegi segera diadili. Dan kalau 7 orang ini tercerai berai, mental mereka akan lemah sehingga kemungkinan besar tidak bisa berbuat apa-apa."
"Mereka hanya mengutarakan yang ada di BAP. Belum tentu itu sesuai keinginan mereka. Sekali lagi bapak Menteri Hukum dan Ham, perintahkan pindahkan mereka ke lembaga Rutan Cirebon," pungkasnya.
Gelagat mencurigakan
Sebuah gelagat mencurigakan terlihat dari Polri terhadap penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Ada indikasi bahwa Polri terkesan menutup-nutupi.
Padahal, Presiden Joko Widodo sudah buka suara agar kasus tersebut diungkap secara terang benderang.
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri menilai ada gelagat Polri yang terkesan defensif terhadap kasus ini.
Hal itu terlihat ketika ada resistensi dari pihak Polri.
"Diksi dan gesture Polri masih defensif, resistance (menentang) terhadap pentingnya dilakukan eksaminasi dari hulu. Kemudian diksinya tadi saya mengatakan bahkan Humas Polda Jabar mengatakan bahwa ini (keputusan) sudah inkracht," ujar Reza Indragiri seperti dilansir dari Nusantara TV yang tayang pada Senin (18/6/2024).
Kecurigaan yang muncul tak hanya itu saja.
Polri melihat adanya kejanggalan dalam pemeriksaan Iptu Rudiana oleh bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Hasil dari pemeriksaan tersebut tak dipublikasikan kepada masyarakat.
"Mabes Polri sudah mengirim Propam untuk melakukan pemeriksaan terhadap Iptu Rudiana. Apa hasil pemeriksaan itu? Kita tidak tahu," katanya.
Padahal, Jokowi sudah memerintahkan bahwa kasus ini diungkap secara transparan.
Namun, Reza melihat gelagat Polri, dalam hal ini Propam, setelah memeriksa Iptu Rudiana belum benar-benar transparan.
Beri Saran Lapor Iptu Rudiana
Reza Indragiri memberikan saran untuk dipertimbangkan kepada sejumlah kuasa hukum para terpidana kasus Vina dan Eky untuk melaporkan Iptu Rudiana ke polisi.
Hal ini untuk "memaksa" Iptu Rudiana dan Polri agar buka suara tentang hasil pemeriksaan Propam.
"Maka patut dipertimbangkan untuk mempolisikan Rudiana dengan Pasal 220 KUHP. Intinya adalah mengatakan seseorang yang membuat laporan tentang suatu perbuatan yang dapat dihukum. Padahal dia tahu peristiwa itu tidak ada maka itu dia dipidana," terangnya.
Reza Indragiri menduga peran dari Rudiana berhasil diungkap oleh Propam.
Sayangnya, peran itu tak dipublikasikan oleh propam ke masyarakat.
Dari hasil komunikasi bersama sejumlah kuasa hukum tersebut, salah satu kuasa hukum terpidana, Farhat Abbas, telah melaporkan Iptu Rudiana ke polisi.
"Ternyata tadi sore saya menerima kabar, bahwa salah satu nama-nama yang saya sebutkan tadi betul membuat laporan dengan menggunakan Pasal 220 KUHP. Farhat Abbas, kita liat nanti perjalanannya seperti apa," pungkasnya.
Kapolri kurang greget
Kasus pembunuhan Vina dan Eky yang masih menjadi perbincangan hangat sampai mendapatkan atensi dari Presiden RI, Joko Widodo hingga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.
Kendati demikian, Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih kurang 'greget' dalam menangani kasus tersebut.
"Ini saatnya Kapolri lebih serius lagi men-take over. Saya lihat sudah serius, tapi gregetnya masih kurang," ujar Susno dalam acara Kompas Malam di Kompas TV pada Kamis (14/6/2024).
Susno Duadji melanjutkan meski tim eksaminasi dan tim Propam telah mengusut kembali kasus tersebut, tetapi sesampai saat ini pihak kepolisian masih belum memiliki cukup bukti kuat untuk menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka.
Menurutnya, Polri semestinya gerak cepat melakukan penangguhan sementara atau menemukan alat bukti yang kuat.
Namun, penangguhan sementara itu sepertinya tak akan dilakukan pihak kepolisian.
Padahal, dasar penahanan Pegi Setiawan yang diumumkan ke publik baru keterangan saksi.
"Tapi kita lihat, apa ke depannya? Kita ke depannya sampai ada praperadilan gitu. Nah, praperadilan itu tidak akan timbul kalau Polri mungkin terbuka kepada publik menyatakan bahwa kasus ini, cukup bukti atau minimal telah didapatkan 2 alat bukti yang sah," jelasnya.
Ia mencontohkan alat bukti berupa saksi dalam kasus ini masih sangat lemah. Kesaksian saksi-saksi itu pun saling bertentangan.
Bahkan ada saksi yang mencabut hingga mengubah keterangan mereka yang diberikan pada tahun 2016.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.