Pilkada DKI 2024

3 Survei Pilkada Jakarta, Waspada Fenomena Unik Elektabilitas, PR Ridwan Kamil: Menang atau Tumbang?

Simak tiga survei di Pilkada Jakarta 2024. Pengamat ingatkan fenomena unik elektabilitas tingg. Ridwan Kamil masih punya PR besar.

Pertama terkait popularitas, elektabilitas, eksistensi, dan terakhir ialah akseptabilitas. Dari ketiga faktor ini, Ujang menilai, Ridwan Kamil punya pekerjaan rumah terkait dengan akseptabilitas.

“Akseptabilitas ini penerimaan publik, warga Jakarta. Kalau ada penolakan ya harus didekati,” kata Ujang.

Hal ini dikatakan Ujang merujuk pada dua peristiwa penolakan warga terhadap Ridwan Kamil, yaitu saat kunjungannya ke Jatinegara, Jakarta Timur dan saat eks Gubernur Jawa Barat ini berziarah ke Makam Mbah Priok di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Belum lagi sikap antipati yang terus ditunjukkan oleh kelompok suporter Persija Jakarta, Jakmania lantaran selama ini Ridwan Kamil identik dengan musuh bebuyut mereka, Persib Bandung dan Bobotoh.

“Ridwan Kamil ini bisa menang, bisa tumbang. Meski elektabilitas tinggi, tapi bisa juga kalah. Jadi, tergantung Ridwan Kamil bisa mendekati warga Jakarta atau tidak agar tidak ada penolakan lagi. Ini sangat penting menurut saya,” tuturnya.

Mitos di Jakarta

Senada dengan Ujang Komaruddin, pengamat politik Hendri Satrio juga mengungkap mitos seputar survei di Pilkada Jakarta 2026.

Terbukti, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tumbang di tangan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2017. Lalu, Fauzi Bowo alias Foke menyerah oleh Joko Widodo alias Jokowi di Pilkada Jakarta 2012.

Hendri Satrio menilai selama ini belum pernah calon yang mempunyai elektabilitas tinggi dalam survei dapat memenangkan Pilkada Jakarta.

"Dulu Fauzi Bowo pas 2012 itu surveinya tinggi, kalah sama Jokowi. Ahok juga sama, 2017 memiliki survei tinggi, tumbang oleh Anies, jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta," ujar Hendri Satrio, Sabtu (7/9/2024).

Hendri Satrio lalu mengingatkan sejarah mengenai pentingnya basis akar rumput di Jakarta. Pasalnya, sejarah tersebut terbukti sejak Pilkada Jakarta digelar secara langsung pada tahun 2007.

Dimana, cuma satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan kompetisi.

"Hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan Pilkada Jakarta, yaitu saat Fauzi Bowo mengalahkan Adang Daradjatun dari PKS di tahun 2007," jelas dia.

"Sisanya? Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012, namun Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan NasDem," lanjutnya.

Sementara, Pilkada Jakarta 2024 pun kembali membuktikan bahwa belum pernah ada petahana yang bisa memenangkan kontestasi kursi gubernur di Jakarta.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved