Siswi SMP Dikeroyok 12 Orang

12 Remaja Keroyok Siswi SMP di Jatinegara, KPAI Ungkap Pola Asuh dan Konten Kekerasan jadi Pemicu

KPAI menyoroti kasus siswi SMP yang menjadi korban pengeroyokan 12 remaja di Jatinegara, Jakarta Timur.

|
Penulis: Bima Putra | Editor: Rr Dewi Kartika H

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus siswi SMP yang menjadi korban pengeroyokan 12 remaja di Jatinegara, Jakarta Timur.

Yakni kasus pengeroyokan dialami siswi SMP berinisial Q (13) pada Minggu (29/9/2024) yang mengakibatkan korban terluka di hidung, mulut, kaki, dan satu gigi depannya patah.

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra mengatakan tindak kekerasan dilakukan anak-anak dipengaruhi dengan pola asuh hingga banyaknya konten kekerasan di dunia maya yang dapat dengan mudah diakses.

"Sikap kekerasan dipilih anak seringkali terjadi setelah persoalan pengabaian, penelantaran, kekecewaan tidak selesai di rumah, sekolah dan terakhir lingkungan," kata Jasra, Kamis (3/10/2024).

Menurut KPAI pengeroyokan melibatkan 12 anak di Jatinegara merupakan bentuk lahirnya geng dari anak-anak yang merasa senasib sepenanggungan, dan tumbuh kembang tidak tersalurkan dengan baik.

Emosi kekecewaan dalam menjalin relasi dengan orang tua, guru, sekolah, pertemanan, lingkungan, berbuah menjadi sikap kurang peduli dan kurang peka yang disalurkan lewat kelompoknya.

Meski dalam kasus pengeroyokan melibatkan geng terdapat anak-anak yang tidak ikut melakukan kekerasan secara langsung, tapi mereka tetap memilih turut dalami geng tersebut.

"Karena anggapan dengan berada dalam kelompok ada perlindungan dan keamanan yang lebih. Kedua karena emosi mudah menular, sehingga mereka ikut dalam kelompok," ujarnya.

Jasra menuturkan tindak kekerasan dilakukan anak-anak juga tidak bisa lepas dari pengaruh paparan konten kekerasan yang kini dapat dengan mudah diakses melalui dunia maya.

Paparan konten kekerasan di dunia maya ini mempengaruhi anak-anak dalam menyelesaikan masalah tanpa mengetahui risiko hukum atas tindakan yang sudah mereka lakukan.

"Berbagai peristiwa kekerasan tidak bisa dilepaskan dari tekanan industri internet, menempatkan konten kekerasan sebagai produksi yang paling menguntungkan," tuturnya.

KPAI menyatakan pada dasarnya tidak ada ada anak yang ingin menyakiti temannya, namun karena emosi yang tidak tersalurkan dengan baik mereka melakukan tindak kekerasan.

Jasra mengatakan bila orangtua, sekolah, dan lingkungan dapat mengarahkan timbun kembang anak-anak lewat berbagai kegiatan positif maka tindak kekerasan tidak akan terjadi.

Pihaknya juga mendorong penghentian tontonan sarat kekerasan yang dapat mempengaruhi anak-anak untuk melakukan tindakan terhadap sesama temannya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved