Pilkada DKI 2024
Pramono-Rano Tunjuk Todung Mulya Lubis Jadi Ketua Tim Hukum Buat Lawan RIDO di MK
Pramono Anung-Rano Karno menunjuk Todung Mulya Lubis sebagai ketua tim hukum untuk menghadapi sengketa Pilkada Jakarta 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno menunjuk Todung Mulya Lubis sebagai ketua tim hukum untuk menghadapi sengketa Pilkada Jakarta 2024.
Todung Mulya Lubis diandalkan untuk melawan gugatan tim paslon 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) yang dipastikan bakal menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
"Tim hukum kita pak Todung Mulya Lubis," ucap Ketua Harian Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Prasetyo Edi Marsudi dalam konferensi pers di rumah pemenangan, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2024).
Prasetyo belum mengetahui pasti siapa-siapa saja yang akan menjadi anggota tim hukum Pramono-Rano dalam menghadapi gugatan sengketa pemilu.
Yang jelas, tim hukum ini akan diatur sepenuhnya oleh Todung Mulya Lubis.
Todung Mulya Lubis diketahui merupakan pengacara senior yang ketika Pilpres 2024 lalu juga menjadi kuasa hukum pasangan capres-cawapres usungan PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"(Susunan tim hukum Pramono-Rano) itu tergantung Pak Todung, itu dia yang atur," jelas Prasetyo.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco memastikan bahwa pihaknya bersama tim hukum akan mengambil langkah-langkah yang dimandatkan oleh undang-undang (UU), yakni menyiapkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK.
Baco menyebut ada beberapa soal yang akan digugat ke MK bukan hanya karena penyelenggara pilkada yang tidak profesional, tapi juga maraknya dugaan kecurangan dan pelanggaran diabaikan.
Menurut Baco, KPU Jakarta dan jajarannya tidak mampu menghadirkan pilkada yang diharapkan oleh masyarakat Jakarta.
Sehingga bukan hanya muncul berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran, partisipasi pemilih dalam pilkada Jakarta kali ini menjadi yang paling rendah sepanjang sejarah.
Dari delapan juta lebih Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jakarta hanya setengahnya saja yang menggunakan hak suara.
”DPT kita ada delapan juta, yang datang ke TPS empat juta. Kalau diberlakukan 50 persen plus satu suara, maka yang memilih pemenang dua juta. Dua juta dari delapan juta itu artinya seperempat atau 25 persen. Sehingga ada tiga perempat atau 75 persen tidak memilih gubernur tersebut," ucap Baco dalam keterangannya.
"Ini yang saya maksud legitimasi pemenang pilkada Jakarta sangat rendah. Bagaimana dia mau menjalankan pembangunan Jakarta kalau yang mendukung dia hanya 25 persen," sambung dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.