Kisah Pilu Wahyu, Bocah 12 Tahun di Marunda Jakut Lumpuh Sejak Lahir Akibat Penyakit Pengecilan Otak

Kisah Pilu Wahyu Ramadhan, bocah 12 tahun warga Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menderita penyakit pengecilan otak.

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang bernama Wahyu Ramadhan, warga Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menderita penyakit pengecilan otak hingga membuatnya lumpuh bertahun-tahun. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING - Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang bernama Wahyu Ramadhan, warga Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menderita penyakit pengecilan otak hingga membuatnya lumpuh bertahun-tahun.

Penyakit ini telah diderita Wahyu sejak lahir, membuat putra tunggal dari pasangan Ahmad Safei dan Wilda Diana ini tak bisa beraktivitas normal layaknya anak-anak seusianya.

Nenek Wahyu, Raminah (60) menuturkan, kondisi cucu kesayangannya itu mulai memburuk sejak usia 2 tahun.

Saat itu, berat badan Wahyu menurun drastis dan sebagian besar anggota gerak tubuhnya tak berfungsi normal.

Berdasarkan diagnosa dokter, Wahyu dinyatakan mengalami pengecilan otak sejak lahir.

Kondisi itu membuat tubuhnya lumpuh permanen.

"Pengecilan otak, down syndrome jadinya kata dokter. Jadi dari lahir dia nggak bisa ngapa-ngapain sampai sekarang," kata Raminah saat ditemui di rumahnya, Kamis (19/12/2024).

Keluarga Wahyu sudah bolak balik memeriksakan kondisi anak malang itu ke beberapa rumah sakit, namun tak pernah mendapatkan hasil yang memuaskan.

Uang juga sudah habis dipakai untuk pengobatan alternatif, sampai akhirnya sejak usianya 4 tahun, keluarga berhenti mengobati Wahyu dan memilih untuk merawatnya di rumah.

Sehari-harinya, Wahyu dirawat oleh Raminah di rumah kecilnya di kampung Sungai Tiram, RT 05 RW 02 Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam kondisi lumpuh, setiap hari Wahyu hanya bisa berbaring di kasurnya, lalu dibopong oleh Raminah untuk makan dan berganti pakaian.

Wahyu juga hanya bisa mengonsumsi air putih dan bubur sereal, yang dimasukkan oleh Raminah ke mulutnya menggunakan sendok.

Sementara, itu ibunya Wilda bekerja sebagai penjaga kios es untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sang anak.

Penghasilan Wilda yang hanya Rp 30 ribu per hari sangatlah pas-pasan untuk membeli kebutuhan makanan dan popok bagi Wahyu.

Dalam kondisi ekonomi yang serba kesulitan, keluarga Wahyu kini sudah tak lagi berupaya membawa anak itu ke dokter maupun pengobatan alternatif.

Selama bisa merawat Wahyu di rumah, keluarga akan tetap melakukannya sambil berdoa dan berharap ke Yang Maha Kuasa, meminta mukjizat untuk kesembuhan anak baik yang lahir di bulan Ramadhan itu.

"Setiap hari doanya semoga Wahyu bisa seperti anak-anak lain, bisa sembuh," kata Raminah.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved