Sejarah Pohon Natal Terbuat dari Pohon Cemara, Benarkah Simbol Eden dan Bisa Menangkal Iblis?

Simak awal mula kisah pohon cemara bisa jadi lambang khas perayaan Natal. Benarkah sebagai lambang pohon dari surga?

Editor: Muji Lestari
TribunJakarta.com/Pebby Adhe Liana
Pohon Natal raksasa di Taman Fatahillah, Jakarta Barat (2021) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Mengenal sejarah dan asal usul pohon cemara jadi lambang khas setiap perayaan Natal. Apa makna di baliknya?

Beberapa hari lagi umat kristiani akan merayakan peringatan Natal 2024. Tahun ini perayaan Hari Natal 25 Desember 2024 jatuh pada Hari Rabu.

Setiap memasuki akhir tahun, khususnya bulan Desember nuansa khas Natal mulai terasa dan menjamur di setiap sudut kota.

Tak terkecuali kota-kota di Indonesia, sejumlah pusat perbelanjaan dan rumah-rumah ibadah mulai memasang dekorasi khas natal, seperti pohon cemara dengan hiasan salju serta bola warna-warni yang menggantung di pohonnya.

Sering kita jumpai, setiap mendekati Hari Natal sejumlah tempat akan dihiasi dengan nuansa warna merah dan hijau.

Tak ketinggalan dekorasi pohon cemara dan salju yang menyelimuti setiap daunnya.

Kira-kira kenapa ya Hari Natal identik dengan pohon cemara, salju dan warna merah?

Alasan Warna Merah dan Hijau Ada di Perayaan Natal

  • Tanaman Holly

Penggunaan warna merah dan hijau sebagai dekorasi berawal dari berabad-abad lalu.

Saat itu warna merah dan hijau digunakan untuk memperingati hari libur.

Warna itu digunakan oleh bangsa Celtic kuno yang memuja tanaman holly.

Pohon Natal di Toko Amanda, Bekasi.
Pohon Natal di Toko Amanda, Bekasi. (Yusuf Bachtiar/ Tribun Jakarta)

Tanaman holly ini memiliki daun berwarna hijau tua dengan buah kecil berwarna merah cerah.

Bangsa Celtic kuno percaya bahwa tanaman holly merupakan tanaman suci penjaga Bumi.

Bagi mereka tanaman tersebut akan memberikan perlindungan dan nasib baik di tahun yang akan datang.

Keindahan tanaman ini akan tetap bertahan hidup walau saat musim dingin.

Jadi bangsa Celtic kuno mendekorasi rumah dengan tanaman holly saat merayakan titik balik matahari musim dingin atau winter solstice.

Tradisi penggunaan warna merah dan hijau itu pun terus berlanjut hingga abad-14.

  • Iklan Minuman Bersoda

Hal unik yang membuat warna merah dan hijau terus menghiasi suasana Natal adalah iklan sebuah minuman bersoda.

Seorang seniman bernama Haddon Sundblom mengukuhkan penggunaan warna merah dan hijau melalui gambar Sinterklas yang dibuatnya untuk iklan sebuah minuman bersoda.

Ilustrasi pohon natal
Ilustrasi pohon natal (pexels.com)

Pada saat itu gambar Sinterklas tidak pernah sama dan selalu berubah-ubah.

Ada orang yang menggambarkan sosok Sinterklas sebagai seorang pria kurus dengan jubah biru, hijau, atau merah.

Namun Sundblom mengubah semua saat ia menggambar sosok Sinterklas dengan pria gemuk yang ramah dan berpakaian jubah merah.

Gambarnya itu pun memberikan pengaruh besar pada gambaran masyarakat tentang sosok Sinterklas yang identik dengan suasana Natal.

Hingga kini sosok Sinterklas dengan jubah merahnya dipercaya sebagai sosok 'asli' dari tokoh tersebut.

Karena itu, warna merah menjadi gambaran Sinterklas, sedangkan hijau dari pohon Natal yaitu pohon cemara.

Asal-usul Pohon Cemara Jadi Pohon Natal

Diketahui, umat Kristiani biasa menggunakan pohon cemara berwarna hijau sebagai lambang Natal, di samping lampu, hiasan, sinterklas, dan rusa.

Melansir National geographic, dahan cemara telah menjadi dekorasi yang penting sejak zaman dulu sebagai bagian dari perayaan titik balik matahari musim dingin pagan.

Sulit untuk menentukan kapan dan di mana tradisi pagan ini berubah menjadi tradisi Natal.

Kendati masih ada beberapa diskusi, tradisi pohon Natal dipercaya sudah ada sejak perayaan musim dingin ratusan tahun lalu di Eropa.

Penyembahan pohon biasa dilakukan di antara orang Eropa pagan.

Selain itu, masyarakat Skandinavia sering mendekorasi rumah dan gudang dengan pohon cemara pada Tahun Baru untuk menakut-nakuti Iblis.

Sekaligus mendirikan pohon untuk burung selama Natal.

Ilustrasi Kado Natal.
Ilustrasi Kado Natal. (Pixabay)
  • Simbol Tanaman Eden

Sejarawan Gustav Strenga mengatakan bahwa kemungkinan besar pohon Natal berasal dari wilayah Alsace di abad ke-16.
Dulu, Alsace adalah bagian dari Jerman. Hal senada disampaikan Profesor studi agama Carole Cusack, yang menyebutkan kalau pohon Natal modern bermula dari Jerman.

Saat itu, ada yang mengatakan bahwa pohon Natal terinspirasi dari pohon surga, simbol Taman Eden yang bercerita tentang Adam dan Hawa.

Tentang Salju saat Natal

Tidak hanya pohon cemara, salju juga seringkali dikaitkan dengan perayaan Natal. Beberapa orang mengatakan bahwa koneksi antara salju dan Natal menjadi kuat karena pengaruh lagu, cerita, dan juga gambar.

Pada pertengahan 1800, ‘Jingle Bells’ merepresentasikan gambar salju dan kereta luncur yang menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan musim dingin, tetapi di situ sama sekali tidak disinggung tentang Natal.

Seiringnya waktu, lagu itu menjadi salah satu lagu Natal paling populer dan dikenal orang di seluruh dunia.

Dari pertengahan hingga akhir abad ke-19, cetakan litograf karya Currier dan Ives juga berisikan pemandangan bersalju dari kehidupan Amerika pada saat itu. Menurut Ohio Memory, akhirnya pemandangan bersalju menjadi identik dengan cita-cita Natal Amerika klasik.

Tidak hanya di Amerika, di Eropa, Charles Dickens juga mempublikasi sebuah cerita yang berjudul ‘A Christmas Carol’ pada 1843 yang menggambarkan suasana salju dan es saat Natal. Ahli Meteorologi Accu Weather, Jesse Ferrel, juga menungkap alasan klimatologis kenapa orang-orang memimpikan white Christmas.

Alasannya, kebanyakan cerita Natal bersalju diciptakan sepanjang ‘Little Ice Age’ pada 1800.

Saat itu, Amerika Utara bagian utara dan Eropa sering mengalami hujan salju yang lebih lebat dari biasanya dan cuacanya jauh lebih dingin.

Seabad kemudian, bermunculan lagu yang bernuansa kombinasi antara musim dingin, kepingan salju, Natal, dan kehangatan. Lagu-lagu itu seperti ‘Winter Wonderland’ (1934), ‘Let it Snow’ (1945), dan ‘White Christmas’ (1941). Selain itu, lagu ‘White Christmas’ versi Bing Crosby menjadi single dengan penjualan terbesar sepanjang masa menurut Guinness World Records.

“Lagu-lagu itu menciptakan citra yang begitu kuat. Mereka adalah mesin waktu yang datang kembali dan mengunjungi kami setiap tahun,” kata penulis ‘Stories Behind the Best-Loved Songs of Christmas’, Collins.

Lukisan ikonik Normal Rockwell tentang musim dingin dan Natal di New England juga berkontribusi besar dalam menjadikan orang memimpikan white Christmas.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved