Kritikus Politik Faizal Assegaf Yakin Tak Ada Dwifungsi ABRI Dalam RUU TNI

U - Kritikus Politik Faizal Assegaf mengajak masyarakat untuk mengevaluasi dikotomi penggunaan antara supremasi sipil dan militer.

KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO
AKTIVIS MENGGERUDUK - 3 Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menggeruduk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Kritikus Politik Faizal Assegaf mengajak masyarakat untuk mengevaluasi dikotomi penggunaan antara supremasi sipil dan militer.

Sebab, menurut dia, dalam konstitusi Indonesia tidak ada istilah supremasi sipil maupun supremasi militer.

"Kalau nanti supremasi sipil ini terus menerus dijadikan dasar dengan memberi bayang-bayang seolah-olah elemen lain di bawah sipil maka itu akan berbahaya. Karena itu tidak ditemukan di konstitusi itu pokok masalah," kata Faizal, Rabu (19/3/2025).

Faizal mengaku khawatir apabila supremasi sipil terus digaungkan untuk dibenturkan dengan militer yang dinilai sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa. 

Faizal juga mengajak Koalisi Masyarakat Sipil yang mengkritisi Revisi UU TNI untuk tidak menggunakan istilah supremasi sipil. 

"Saya sebagai orang sipil merasa saya tidak terwakili. Dari mana ini makhluk-mahluk yang disebut koalisi sipil ini mengkritik TNI. Nanti kan ada lagi koalisi rakyat mendukung TNI melawan supremasi sipil, ini kacau," ujar dia.

Terkait ketakutan kembali lahirnya dwifungsi ABRI dalam Revisi UU TNI, menurut Faizal, sama sama sekali tidak berdasar.

Ia menyebut ketakutan itu justru dibangun sebagai propaganda terhadap rakyat, dan sangat berbahaya bagi bangsa. 

"Jadi saya ingin mengatakan kepada kawan-kawan koalisi masyarakat sipil stop menggunakan sipil untuk menghantam polisi, menghantam tentara menghantam lawan politik. Kita semua sipil, tentara juga

pensiun statusnya sipil, tentara masuk ke eksekutif dia juga tunduk kepada aturan sipil. Jadi diskriminasi dikotomi ini harus dihentikan,” tutur Faizal.

Di sisi lain, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menambahkan, dua jabatan yang diemban dalam pemerintahan bukanlah hal baru di Indonesia.

"Ini biasa saja dan masih ada resonasi dengan fungsi dasar mereka. Misalnya pengentasan narkoba, jangan melihat pemberantasan narkoba dalam dimensi hukum dan politiknya. Jadi karena itu saya melihat yang terjadi dan yang dibahas dalam RUU TNI ini bagi saya ini hal yang sangat simple,” terangnya. 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved