Amnesty International Indonesia Bicara Isu Revisi UU TNI Cara Prabowo Lepas dari Geng Solo Jokowi
Usman Hamid, bicara soal isu revisi UU TNI menjadi cara Presiden Prabowo Subianto lepas dari bayang-bayang presiden sebelumnya, Jokowi.
TRIBUNJAKARTA.COM - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, bicara soal isu revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi cara Presiden Prabowo Subianto lepas dari bayang-bayang presiden sebelumnya, Jokowi.
Menurutnya, isu tersebut bisa jadi benar.
Sebab, saat ini, para petinggi TNI masih diisi oleh orang-orang pilihan Jokowi, yang disebut-sebut sebagai Geng Solo.
Hal itu disampaikan Usman di program On Point with Adisty Larasati, Youtube Kompas TV, Jumat (21/3/2025).
"Karena kan panglima yang sekarang yang sekarang panglimanya Presiden Joko Widodo Demikian pula kepala-kepala stafnya bahkan Kepala Staf Angkatan Darat menantunya Pak Luhut Pandjaitan," kata Usman.
Usman memaparkan, mengganti petinggi TNI dengan jenderal yang disukai presiden, atau cara favoritisme, terjadi pada era Orde Baru.
"Itu hal yang biasa kan di dalam masa Orde Baru. Bahkan Presiden Soeharto sering kali menerapkan favoritisme."
"Ada jenderal-jenderal tertentu yang difavoritkan sehingga mendapatkan perkembangan naik kenaikan pangkat yang cepat gitu, terutama yang pernah menjadi ajudannya. Nah sekarang juga begitu," paparnya.
Favoritisme militer juga terjadi presiden-presiden setelah Soeharto. Usman pun menjelaskan latar di balik penunjukkan jenderal pada jabatan tertentu berbasis favoritisme.
"Selalu seperti itu, memang karena pengaruh politik militer di masa Orde Baru masih besar, sehingga sering kali konflik-konflik di antara elite sipil itu juga termanifestasi di dalam konflik-konflik di dalam elite militer.
"Nah elite sipil tertentu punya elite militer tertentu gitu. Jadi ada jenderal-jenderal yang kerap kali memiliki afiliasi pada tokoh presiden tertentu," jelas Usman.
Usman pun menyontohkan Jokowi yang menjadikan pejabat Polri atau TNI semasa dia Wali Kota Solo menjadi Kapolri dan Panglima TNI ketika dia presiden.
"Kayak Pak Jokowi waktu itu dipandang selalu apa, cenderung membawa Geng Solonya ya dari mulai Pak Sigit yang sekarang jadi Kapolri bekas Kapolres Surakarta, sampai dengan Pak Agus Subianto gitu kan yang sudah disiapkan dari awal," paparnya.
Menurut Usman, favoritisme tidak salah asalkan tetap mensyaratkan pembinaan karir.
"Nah hal seperti ini sebenarnya tidak salah asalkan memperhatikan sistem pembinaan karir di militer," kata Usman.
"Misalnya dia Panglima, katakanlah TNI, ya paling enggak pernah jadi Pangdam, pernah jadi Pangkostrad atau pernah jadi Danjen Kopassus dan seterusnya," lanjutnya.
Isu revisi UU TNI sebagai agenda Presiden Prabowo lepas dari bayang-bayang Jokowi terkait dengan salah satu poin revisi, yakni pasal 53.
Pada UU TNI lama, batas usia pensiun TNI bagi perwira paling lama 58 tahun, sedangkan batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama adalah 53 tahun.
Setelah direvisi, batas usia pensiun diperpanjang sesuai dengan pangkat prajurit. Pasal 53 Ayat (3) UU TNI baru mencatat batas usia pensiun bintara dan tamtama paling tinggi 55 tahun; perwira sampai dengan pangkat kolonel adalah 58 tahun.
Kemudian, perwira tinggi bintang 1 adalah 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 paling tinggi 61 tahun; dan perwira tinggi bintang 3 adalah 62 tahun.
"Khusus untuk perwira tinggi bintang 4 (empat), batas usia pensiun paling tinggi 63 (enam puluh tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden," tulis Pasal 53 Ayat (4).
Usman tidak mendapat penjelasan yang cukup untuk menjadi alasan di balik perpanjangan batas usia pensiun ini.
Terlebih, prajurit TNI yang dilatih untuk berperang memang memiliki usia produktif.
Ia mempertanyakan, apakah usia di atas 54 tahun akan optimal jika diterjunkan ke medan perang.
"Orang kalau sudah masuk 54 dan seterusnya denga taraf Kesehatan hidup di Indonesia yang life expectancy-nya tidak sesehat nordic countries misalnya, ya harusnya ada penjelasan itu," kata Usman di program On Point with Adisty Larasati, Youtube Kompas TV, Jumat (21/3/2025).
Tanpa penjelasan yang memuaskan, Usman akhirnya menduga alasan di balik revisi pasal 53 adalah karena ada prajurit TNI yang sedang dipertahankan dari usia pensiunnya.
Prajurit tersebut adalah orang dekat Presiden Prabowo yang akan dipromosikan pada jabatan tertentu.
"Ya dugaan kami akhirnya adalah jangan-jangan presiden punya beberapa jagoan nih di militer yang mau dipromosikan sebagai Kepala Staf, atau Panglima Kostrad, atau Kasum, ini kan dugaannya."
"Biasa kan seorang presiden yang baru pasti ingin panglimanya baru ,orang yang memang ia percaya, kepala staf ia percaya," paparnya.
Usman menggarisbawahi analisisnya itu hanya dugaan, dan berharap ia salah.
"Mungkin kalau tidak diperpanjang usianya, orang-orang yang sudah diproyeksikan presiden ini akan segera pensiun."
"Ini dugaan, mudah-mudahan saya salah," pungkasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Makin Panas 2 Pendukung Jokowi 'Saling Serang', Borok Noel Diungkap Silfester Matutina: Sangat Kejam |
![]() |
---|
Saat Firdaus Oiwobo Mulai Akrab dengan Jokowi, Termul Makin Tenar & Dosa Masa Lalu Diungkit: Zalim! |
![]() |
---|
SOSOK Bambang Tri Mulyono yang Tuding Ijazah Jokowi Palsu Bebas Bersyarat, Penulis Jokowi Undercover |
![]() |
---|
"Ngawur" Firdaus Oiwobo Balas Sindiran Islah Bahrawi yang Soroti Batu Akik Saat Temui Jokowi |
![]() |
---|
Pertemuan Firdaus Oiwobo dengan Jokowi Disorot Islah Bahrawi: Salfok Seragam dan Batu Akik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.