2 Gubernur Tolak Pakai Program Dedi Mulyadi Kirim Siswa Nakal ke Barak TNI, Ada yang Ingin Beda

Dua gubernur terang-terangan menolak menerapkan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi di daerahnya masing-masing.

Dokumentasi Biro Adpim Jabar
OGAH IKUT - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi saat acara silaturahmi Keluarga Paguyuban Pasundan di Gedung Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Sabtu (12/4/2025). Kini, Dedi terkenal dengan kebijakan pembinaan siswa nakal dengan wamil di barak TNI. Dua gubernur terang-terangan bilang ogah ikut cara Dedi. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Dua gubernur terang-terangan menolak menerapkan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi di daerahnya masing-masing.

Kebijakan yang dimaksud adalah membina siswa nakal dengan menitipkan ke barak TNI.

Ada tiga kategori kenakalan remaja yang akan diprioritaskan mengikuti program ini, yaitu siswa yang sulit dibina, siswa yang, yaitu siswa yang sulit dibina, siswa yang terindikasi.

Program tersebut sudah dilakukan Dedi Mulyadi sejak awal Mei 2025, dan mendapat sambutan positif masyarakat.

Dedi Mulyadi masih memantau proses pembinaan dan mulai mendapat permintaan dari para orang tua yang ingin mengirimkan anaknya ikut pembinaan ala militer.

Gubernur Jateng Ahmad Luthfi

Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi, tegas menolak menerapkan siswa masuk barak TNI ala Dedi Mulyadi.

Eks Kapolada Jateng itu mengutarakan alasannya.

Menurut Ahmad Luthfi sudah ada aturan hukum untuk menangani siswa yang melakukan pelanggaran atau bermasalah. 

Untuk kategori anak yang masih di bawah umur akan dikembalikan kepada orang tua. 

Sementara untuk anak sudah cakap umur akan ditindak sesuai hukum.

"Kalau anak di bawah umur, kita kembalikan ke orang tuanya. Kalau anak-anak sudah di atas umur, melakukan tindak pidananya, kita sidik tuntas terkait dengan tindak pidananya," kata Ahmad Luthfi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025), dikutip dari Tribunnews.

Ia menekankan bahwa tidak perlu ada kebijakan tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Kan begitu. Ada aturan hukumnya, kenapa harus ngarang-ngarang gitu. Enggak usah," ucapnya.

Lebih lanjut, ia menyebut peran orang tua dan guru tetap menjadi bagian utama dalam pembinaan siswa bermasalah.

"Sesuai ketentuan saja. Kalau di bawah umur, masih ada kewenangan. Kalau di sekolah masih ada, namanya guru, kembalikan orang tuanya," sambung Luthfi.

Gubernur Jakarta Pramono Anung

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved