Pengamat Sebut Demam Dedi Mulyadi Ganggu Kenyamanan Internal Gerindra, Tapi Bukan Prabowo

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melesat merebut sorotan peta politik level kepala daerah hingga nasional.

Muhamad Syahrial/Kompas.co
KEDEKATAN PRABOWO KDM - Prabowo Subianto, disambut Dedi Mulyadi serta ribuan warga saat mengunjungi Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pada Sabtu (16/12/2023) siang. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi membaca keekatan Dedi Mulyadi dan Prabowo Subianto terkait 2029. (Muhamad Syahrial/Kompas.com) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melesat merebut sorotan peta politik level kepala daerah hingga nasional.

Dengan konten media sosial yang setiap hari merekam kegiatannya bertemu masyarakat membuat Politikus Gerindra itu populer.

Media sosial Dedi, dari Instagram, Facebook dan Youtube yang diikuti 20 juta lebih warganet bersahutan di kolom komentar.

Mayoriytas warganet memberi komentar positif.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menggaransi, Dedi Mulyadi adalah kepala daerah paling populer saat ini.

Meskipun belum ada survei resmi yang bisa menangkap kondisi politik terkini, namun Burhanuddin percaya diri dengan analisisnya.

Namun, melejitnya sang 'Gubernur Konten' tak selalu disambut sorak soray gembira.

Burhanuddin menilai ada pihak yang terganggu dengan demam Dedi Mulyadi.

Sebab, menurutnya, popularitas Dedi di media sosial memiliki efek elektoral yang mengikuti.

"Tentu saja dilihat dari apa yang dia lakukan, dan ratingnya yang tinggi, kalau kita buka ya konten-kontennya di YouTube, di Facebook, di IG, di Twitter, itu banyak sekali tuh ya komen masyarakat yang mendukung langkahnya."

"Jadi tanpa harus di sampaikan secara terus terang, itu tentu saja apa yang dia lakukan sekarang punya implikasi politik elektoral," kata Burhanuddin di program On Point with Adisty, Youtube Kompas TV, tayang Sabtu (10/5/2025).

Alasan Burhanuddin berargumen soal adanya pihak terganggu demam Dedi Mulyadi adalah terkait peta elektoral 2029.

"Saya menduga kalau misalnya demam KDM ini terus berlanjut ya, itu kemungkinan bisa mengganggu kenyamanan tokoh-tokoh lama berkaitan dengan peta elektoral 2029," ujarnya.

Ada potensi besar Dedi berlaga di level Pilpres pada 2029 mendatang.

Jika eks Bupati Purwakarta itu menjadi kandidat calon presiden alias capres, maka dia harus berhadapan dengan ketua umumnya sendiri di Gerindra, Prabowo Subianto.

Partai berlogo kepala Garuda itu sudah menentukan akan mencalonkan Prabowo pada Pilpres 2025 untuk periode keduanya.

Menurut Burhanuddin, sampai saat ini, Dedi masih pandai menempatkan diri, hingga popularitasnya tidak mengganggu Prabowo.

"Jangan lupa isu banyak sekali yang berkaitan dengan Dedi Mulyadi termasuk yang kontroversial sejauh ini masih direspon positif terutama oleh orang-orang sekitar Pak Prabowo, dibela."

"Artinya sejauh ini belum mengganggu kenyamanan Pak Prabowo," paparnya.

Kendati sang pucuk pimpinan masih merasa nyaman, Burhanuddin menduga ada pihak internal Gerindra lain yang gerah dengan Dedi.

Seperti diketahui, Dedi merupakan kader baru di Gerindra. Ia pindah dari Golkar pada 2023 lalu karena alasan sosok Prabowo.

Burhanuddin mendeteksi pihak yang terganggu dengan Dedi adalah elite Gerindra yang punya jabatan struktural tinggi.

"Mungkin kalau di Pak Prabowonya perasaan gangguan itu belum ada, tetapi sesama kader Gerindra, who knows gitu ya."

"Kalau misalnya dugaan saya sih pasti ada pihak-pihak internal Gerindra yang kurang nyaman ya, terutama yang merasa levelnya di atas Dedi Mulyadi secara struktural. Mungkin ada perasaan itu, meskipun saya tidak tahu buktinya," kata nya.

Dobrak Sekat Politik

Burhanuddin juga melihat sosok Dedi Mulyadi adalah politikus yang mendobrak sekat politik nasional.

Di antara sekat itu adalah bagaimana Jakarta selalu menjadi sorotan utama, sehingga gubernurnya memiliki peluang besar berkiprah di level Pilpres.

Begitupun dari sudut etnik, biasanya tokoh yang menjadi capres ataupun cawapres datang dari etnis Jawa karena jumlahnya yang besar.

Sedangkan Dedi Mulyadi adalah seorang Sunda, yang menjadi pemimpin di Jawa Barat.

Burhanuddin mengatakan, dengan segala identitas yang melekat, menurutnya, Dedi Mulyadi merupakan kepala daerah paling populer saat ini.

"Hari ini tidak ada kepala daerah gubernur atau bupati yang mengalahkan popularitasnya KDM (Kang Dedi Mulyadi)," kata Burhanuddin di program On Point with Adisty, Youtube Kompas TV, tayang Sabtu (10/5/2025).

"Ini saya ngomong sebagai pollster ya. Artinya bobotnya secara akademik bisa saya pertanggungjawabkan," imbuhnya.

Burhanuddin pun memaparkan soal dasar argumennya terkait Dedi Mulyadi yang sukses menggeser Jakarta dari sorotan nasional.

"Biasanya popularitas kepala daerah itu bermula di Jakarta Kenapa Karena Jakarta adalah pusatnya pemerintahan, pusatnya informasi, pusatnya opinion maker."

"Itu yang menjelaskan naiknya seorang Jokowi. Itu yang menjelaskan naiknya seorang Anies Baswedan. Ya Tetapi sekarang justru dibalik ke Jawa Barat."

"Dedi Mulyadi mendobrak itu," papar Burhanuddin.

Soal etnik, Burhanuddin juga menyebut sejumlah nama politikus yang bersinar berasal dari Jawa. Menurutnya, Dedi Mulyadi sudah bisa bersanding dengan nama-nama tersebut.

"Menarik pula untuk kita lihat biasanya kepala daerah yang populer itu yang punya latar belakang etnik Jawa. Jokowi, Ganjar Pranowo, Anies meskipun kita tahu tidak sepenuhnya Jawa, tetapi besar di Jogja ya."

"Ini Sunda gitu kan, etnik terbesar kedua memang tetapi selisihnya dibanding etnik Jawa dari sisi persentase kan jauh."

"Jadi ada banyak terobosan-terobosan yang diciptakan oleh KDM dengan segala kontroversinya," kata Burhanuddin.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved