KPAI Kritik Program Barak Militer, Dedi Mulyadi Bongkar Perkara Lebih Berat: Mohon Turun ke Daerah
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membongkar perkara yang lebih berat dibanding program siswa nakal masuk barak militer yang dikritik KPAI. Apa itu?
Ia mengaku hampir setiap hari menerimpa laporan mengenai pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur.
Oleh karena itu, ia bekerjasama dengan kepolisian untuk melakukan tindakan penyelidikan, penyidikan dan penahanan.
"Saya tidak pernah bercerita dan speak up karena saya harus melidungi mereka," kata Dedi.
Dedi menuturkan korban dilecehkan oleh ayah kandung, ayahh tiri, paman dan kakeknya. Korban merupakan anak-anak yang berusia dibawah 10-15 tahun.
"Ada yang dilakukan oleh oknum-oknum guru ngajinya itu hampir merata di setiap kabupaten kota di Jawa Barat," imbuhnya.
"Untuk itu, saya mohon KPAI turun ke daerah gerakan KPAI di daerah memberikan pelindungan, lakukan langkah-langkah yang melindungi anak-anak kita," kata Dedi.
"Mari bergandengan bekerjasama melindungi anak Indonesia, bukan anak yang tinggal di Jakarta saja tapi di seluruh Indonesia," tuturnya.
Kritikan KPAI
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jastra Putra, mengungkapkan adanya ancaman dari guru bimbingan konseling (BK) kepada siswa yang menolak mengikuti program barak militer, yakni tidak naik kelas.
Pernyataan ini disampaikan Jastra usai KPAI melakukan kunjungan ke barak militer di Purwakarta dan Lembang guna memantau pelaksanaan program yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas, ini hasil wawancara kami dengan anak-anak di Purwakarta maupun di Lembang,” ujar Jastra dalam konferensi pers yang digelar melalui Zoom, Jumat (16/5/2025).
Selain itu, Jastra juga menyoroti temuan bahwa tiga sekolah di Purwakarta bahkan tidak memiliki guru BK. Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang siapa yang memberikan rekomendasi untuk memilih para pelajar agar mengikuti program tersebut.
“Itu jadi pertanyaan kami, rekomendasi ini siapa yang melakukan? Tentunya ini harus dikaji lebih jauh agar kami bisa memberikan rekomendasi kepada psikolog profesional,” jelas Jastra.
Jastra menambahkan, salah satu penyebab masalah perilaku anak adalah minimnya layanan bimbingan konseling di lingkungan keluarga dan sekolah.
“Hasil diskusi dengan dinas terkait menunjukkan bahwa kurangnya psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK membuat layanan konseling anak tidak berjalan maksimal,” imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.