Para Korban Kekerasan Seksual Agus Difabel Tidak Ajukan Ganti Rugi
Para korban kekerasan dilakukan I Wayan Agus Suartama atau Agus Difabel tidak mengajukan restitusi atas tindak kekerasan seksual (TPKS) mereka alami.
Penulis: Bima Putra | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Para korban kekerasan yang dilakukan I Wayan Agus Suartama atau Agus Difabel tidak mengajukan restitusi atas tindak kekerasan seksual (TPKS) mereka alami.
Dari delapan korban yang menjadi terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), hingga kini tidak satu pun korban mengajukan restitusi atau ganti rugi terhadap Agus Difabel.
Dalam vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Agus hanya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara bila tidak dibayarkan.
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati mengatakan para korban tidak mengajukan restitusi yang menjadi hak mereka karena sejumlah pertimbangan pribadi atas kasus.
"Pertama memang korban sudah tidak mau berurusan dengan yang bersangkutan (Agus Difabel)," kata Sri saat dikonfirmasi di Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (29/5/2025).
Pertimbangan kedua adalah para korban yang masih mengalahkan trauma ingin menenangkan diri, karena saat proses hukum kasus mereka justru seolah dipersalahkan atas kasus.
Saat proses penyidikan dan kasus mencuat publik justru meragukan kesaksian korban, dan bahkan membela Agus Difabel karena kondisi fisiknya yang merupakan tunadaksa.
Baru dalam sidang, saat para korban yang menjadi terlindung LPSK diberi kesempatan bersaksi terungkap bagaimana Agus dengan kondisi fisiknya dapat melakukan kekerasan seksual.
Bahwa terdakwa diketahui menggunakan cara-cara manipulatif saat beraksi, mendekati korban dengan kemampuannya bermain musik gamelan, menggali kerentanan mereka.
"Kenapa restitusi itu tidak mereka ajukan, karena kan memang respons netizen itu lebih banyak membuat (mental) korbannya drop ya. Itu saya kira menghambat mereka mengambil keputusan," ujar Sri.
Sementara pertimbangan ketiga para korban tidak mengajukan restitusi adanya stigma negatif, di mana publik beranggapan restitusi adalah cara korban mendapatkan materi atas kasus dialami.
Padahal pemberian restitusi bagi korban tindak pidana sudah diatur secara resmi dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014, sehingga restitusi perlu dipahami sebagai hak korban.
Namun karena anggapan publik yang tidak sesuai terhadap restitusi, para korban khawatir bila mereka mengajukan maka justru dicap memanfaatkan kasus untuk mendapatkan materi dari pelaku.
"Pertimbangan ketiga untuk tidak mengalihkan seolah-olah proses hukum itu untuk mendapatkan materi. Itu yang kayaknya sangat sensitif. Jadi kemarin kita ketemu, kita diskusikan," tutur Sri.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
2 Tersangka Penculik Kacab Bank BUMN Ajukan Justice Collaborator ke LPSK |
![]() |
---|
Satu Korban Kericuhan Demo di Medan Minta Perlindungan LPSK |
![]() |
---|
LPSK Ungkap Syarat Pengajuan Justice Collaborator Tersangka Penculik Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
LPSK Belum Terima Permohonan Justice Collaborator dari Tersangka Penculik Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Penculik Kacab Bank BUMN Ajukan Jadi Justice Collaborator, Kuasa Hukum: Kami Mau Ungkap Fakta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.