Dedi Mulyadi Terjegal, Pimpinan Komisi X Menentang Kebijakan Terbaru Soal PR Dihapus:Guru yang Paham

Kebijakan yang dibuat Gubernur Dedi Mulyadi mendapatkan tentangan dari pimpinan Komisi X DPR RI. Kebijakan penghapusan PR sekolah dapat tentangan.

Editor: Wahyu Septiana
Kolase Tribun Jakarta/Dok DPR RI/Tribunnews
SOROTI KEBIJAKAN KDM - Kolase foto Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM. Kebijakan yang dibuat Gubernur Dedi Mulyadi mendapatkan tentangan dari pimpinan Komisi X DPR RI. Kebijakan penghapusan PR sekolah dapat tentangan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kebijakan terbaru yang dibuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapatkan tentangan dari pimpinan Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani.

Lalu Hadrian Irfani menyoroti kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa di seluruh satuan pendidikan di Provinsi Jawa Barat.

Menurutnya, seorang kepala daerah tak seharusnya mmebatasi kegiatan pembelajaran siswa.

Lalu menyebut, guru di sekolah lah yang lebih memahami kondisi para siswa yang diajarnya.

Untuk itu, politisi dari partai PKB itu meminta agar Dedi Mulyadi meninjau kembali kebijakan tersebut.

“Guru adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya," ujar Lalu Hadrian Irfani dikutip dari Tribunnews, Kamis (12/6/2025).

"Karena itu, keputusan untuk memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” tambahnya.

Dia menjelaskan, pendidikan bersifat kontekstual, dan strategi belajar seperti PR bisa jadi relevan untuk sebagian siswa dalam menguatkan pemahaman materi. 

Prabowo baru saja mencabut izin tambang di Raja Ampat. Bak tak mau kalah, Gubernur Dedi Mulyadi baru saja memamerkan pencapaian lebih dahulu menertibkan tambang di Jawa Barat.
Prabowo baru saja mencabut izin tambang di Raja Ampat. Bak tak mau kalah, Gubernur Dedi Mulyadi baru saja memamerkan pencapaian lebih dahulu menertibkan tambang di Jawa Barat.

Pemberian PR, kata Lalu, merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang menjadi kewenangan guru, bukan kepala daerah.

“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak," katanya. 

"Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” ujar Lalu.

Lalu menegaskan, semangat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan memang baik.

Namun, jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip pedagogi dan profesionalitas guru.

“Kami di Komisi X mendukung inovasi dalam dunia pendidikan, tetapi inovasi itu harus tetap berpijak pada keilmuan dan masukan para praktisi pendidikan,' katanya.

"Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” ucapnya.

Dia juga mendorong pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk memberikan pedoman yang lebih jelas soal batasan kewenangan kepala daerah dalam membuat kebijakan pendidikan di daerah.

Selain penghapusan PR, Lalu juga menyoroti pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB bagi siswa di Jawa Barat. 

Menurut dia, sebaiknya Dedi berkonsultasi dengan Kemendikdasmen terkait aturan pendidikan yang akan diterapkan.

Lalu menambahkan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikdasmen sudah membuat aturan untuk semua pelayanan pendidikan. 

Dia mengingatkan agar jangan sampai kebijakan kepala daerah menabrak peraturan yang telah ditetapkan.

"Sebaiknya dikomunikasikan dengan Kemendikdasmen, sehingga tidak menimbulkan gejolak dan tidak ada aturan yang ditabrak," imbuh Lalu.

Kebijakan Terbaru Dedi Mulyadi

Kolase foto Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Kolase foto Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Kolase Tribun Jakarta/Instagram Dedi Mulyadi/Youtube Humas Jabar)

Diketahui, kebijakan penghapusan PR di Jawa Barat tertuang dalam surat edaran teknis yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Purwanto. 

Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 81/PK.03/DISDIK tentang optimalisasi pembelajaran, dan akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2025/2026.

Menurut Dedi Mulyadi, rencana ini bertujuan menghentikan aktivitas sekolah menjadi dikerjakan di rumah.

"Penghapusan PR itu dimaknai sebagai upaya menghentikan kegiatan aktivitas rutin di sekolah yang dibawa ke rumah," kata Dedi Mulyadi dilansir dari Instagram pribadinya, Selasa (10/6/2025).

"Seluruh pembelajaran itu ada jawabannya di buku-bukunya, kemudian dipindahkan menjadi daftar isian," lanjut dia.

Politisi Gerindra ini menilai bahwa pemberian tugas kepada pelajar, baik individu maupun kelompok, bisa dioptimalkan saat jam pelajaran di sekolah.

Dedi Mulyadi pun mencontohkan sejumlah kegiatan pelajar di rumah, yang bisa lebih aktif mengeksplorasi minat dan bakatnya dengan pekerjaan produktif.

Pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa berhubungan dengan keluarga, alam, dan lingkungan sekitarnya.

"Misalnya, membantu orang tuanya mencuci piring, mengepel, memasak, menyetrika, kemudian membuat taman di rumah. Itu adalah pekerjaan rumah yang harus mendapat penilaian positif dari gurunya," tuturnya.

Selain itu, lanjut Dedi Mulyadi, pelajar yang memiliki minat di bidang kimia maupun fisika juga bisa menjernihkan air bekas mengepel di rumah dengan bahan-bahan kimia ramah lingkungan sehingga hasilnya bisa digunakan untuk keperluan lain.

"Nah, kemudian anak-anak berkelompok membuat keterampilan, misalnya berkelompok dalam les bahasa Inggris. Kemudian, mereka melakukan percakapan dalam bahasa Inggris dalam kelompok di rumahnya. Itu juga bagian dari pembelajaran sekolah PR," katanya. 

"Kemudian, berkarya bermusik dan melahirkan grup musik yang berkualitas untuk membuat karya-karya lagu," ucap Dedi.

(TribunJakarta/Tribunnews)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved