Tolak Raperda KTR, Larangan Rokok Total di Tempat Hiburan Dianggap Bisa Picu Badai PHK di Jakarta
Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta, menuai kritikan keras . Bisa dianggap picu PHK bila diterapkan di lokasi hiburan malam.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta, menuai kritikan keras dari masyarakat.
Pemerhati perkotaan dari Jakarta Baru, Ali Husen menilai adanya unsur politis dan kepentingan kelompok, di balik munculnya Raperda KTR.
Salah satu poin yang dirasa kontroversial yakni pelarangan total rokok di lokasi hiburan malam, seperti lounge, cafe, dan lainnya.
Menurut Ali Husen, hal ini akan mematikan industri hiburan dan pariwisata di Jakarta dan membuat pengusaha hiburan bisa gulung tikar. Dampaknya akan terjadi badai pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kami minta para anggota DPRD ini jangan sembarangan dalam mengeluarkan peraturan. Harus dikaji dampak buruknya bagi perekonomian daerah," ujar Ali Husen, Kamis (12/5/2025).
Ali Husen juga menyoroti sepak terjang sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, yang gencar dalam mendorong pelarangan total rokok di tempat hiburan malam.
Menurutnya, yang bersangkutan terkesan memojokkan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, dengan terus mengganggu program-program yang sedang dilaksanakan Pramono.
"Hal ini tak dapat terus dibiarkan, karena bisa menghambat program-program untuk rakyat dan kemajuan Jakarta yang sedang dilaksanakan Gubernur Pramono," katanya.
Ali Husen mengatakan, secara umum pelarangan total rokok juga akan berimbas pada perekonomian masyarakat, khususnya warung-warung kecil.
Para pedagang kecil dan pemilik warung kelontong tradisional tentu akan dirugikan jika Raperda KTR ini disahkan.
Sebab, dalam Raperda ini, juga ada pelarangan penjualan rokok pada radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Termasuk juga larangan merokok di tempat hiburan, larangan pemajangan, hingga larangan iklan, promosi dan sponsorship seperti tertuang dalam Pasal 17 Raperda KTR.
“Hal ini akan berdampak kepada para pelaku usaha di Jakarta dan tentunya akan juga berdampak pada sektor hulu.
Apalagi di tengah perlambatan kondisi ekonomi saat ini. Jangan sampai pasal-pasal dalam Raperda KTR justru kontradiktif dengan visi misi menjadikan Jakarta sebagai kota global dan pusat ekonomi,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.