Sisi Lain Metropolitan 

Kakek Yorgen Hidup Sengsara Bersama 9 Orang di Gubuk Reyot, Rawat Anak dan Cucu Sambil Menahan Lapar

Marbot Masjid di Bandung Terancam Hukuman 15 Tahun, Lakukan Tindakan Asusila pada Bocah 8 Tahun

Editor: Wahyu Septiana
KOMPAS.COM/Roberthus Yewen
TINGGAL DI BANGUNAN KOSONG - Yorgen Ayomi, saat mengendong cucunya, saat berdiri borsama beberapa anaknya disebuah bangunan kosong yang ditempatinya selama lima tahUn berada di kawasan Kali Hanyaan, Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua, Minggu (20/7/2025), kondisinya pun memilukan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Di tengah keterbatasan, ada kisah pilu pria renta bernama Yorgen Ayomi yang harus menjalani hidup dengan perjuangan.

Kakek tersebut harus tinggal di gubuk reyot atau bangunan rusak tidak layak huni.

Kakek Yorgen tinggal di bangunan kosong yang berada di Kawasan Kali Hanyaan, Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua.

Dikutip dari Kompas.com, ia harus menghidupi sembilan orang di antaranya tujuh anak dan dua cucunya.

Tak jarang, mereka terpaksa menahan lapar berhari-hari, karena keterbatasan ekonomi dan minimnya bantuan.

Di tempat tersebut, ia terpaksa tinggal karena sudah tak mempunyai tempat lagi untuk berlindung.

Bangunan bekas yang ditempatinya itu adalah milik sebuah toko.

“Bangunan bekas ini kami tempati selama lima tahun ini tanpa seizin pemiliknya, karena hanya ini satu-satunya pilihan yang tersedia,” ungkap Yorgen dikutip dari Kompas.com, Selasa (22/7/2025).

“Sementara kami tinggal di bangunan tua yang tidak terawat dan nyaris roboh," sambungnya.

Sejatinya, Kakek Yorgen mempunyai sebuah rumah.

Akan tetapi, karena banjir pada 2019, rumah tersebut rusak dan kini tidak bisa dijadikan tempat tinggalnya lagi.

"Rumah kami yang sebelumnya hancur karena banjir,” ucap dia.

Sebagai seorang pemimpin di keluarga, ia pun memilih berpindah ke lokasi sekarang.

Kondisi tempat tinggal Yorgen dan keluarganya itu jauh dari kata layak.

Hal itu karena bangunan yang sudah ditempati selama 5 tahun ini tidak memiliki dinding permanen.

Di sekelilingnya tampak dipenuhi sampah dan tidak memiliki fasilitas dasar, seperti jamban (WC) dan aliran listrik.

Untuk tidur, Yorgen dan keluarganya itu hanya beralaskan Kasur lusuh.

Ketiga malam tiba, mereka tidur tanpa lampu penerangan, tidur dalam kondisi kegelapan.

“Selama ini untuk menghidupi kehidupan sehari-hari saya bersama anak-anak dan cucu-cucu hanya mengandalkan hasil penjualan barang rongsokan yang dikumpulkan sebulan sekali. Selain itu, anak dan menantu juga bekerja serabutan sebagai penjaga parkir,” ujarnya. 

Yorgen berharap, anak-anaknya tetap kuat dan kelak bisa tumbuh menjadi orang yang baik dan berguna bagi sesama. 

“Saya berharap mereka (anak-anak dan cucu-cucu) tidak mengikuti jejak buruh, tetapi tetap percaya pada nilai kehidupan yang jujur, tangguh, dan penuh kasih,” ucapnya.

Yorgen berharap, Pemerintah Kota Jayapura dan Lembaga social bisa memberikan dukungan nyata, berupa tempat tinggal yang layak, bantuan pendidkan, maupun perawatan Kesehatan untuk anak-anaknya.

“Kami tidak minta banyak, asalkan anak-anak saya bisa sekolah, bisa makan, dan bisa sehat. Itu saja dan bisa tinggal di rumah yang lebih layak,” katanya.

Sering Kelaparan

Hal lain yang menjadi sorotan yakni Kakek Yorgen dan ketujuh anaknya pun hidup dalam keadaan yang memprihatinkan.

Ia adalah seorang pekerja perabotan yang mengandalkan keahliannya demi membiayai ketujuh anaknya.

Hidupnya Bersama anak-anak dan cucunya itu terasa berat sejak sang istri meninggal rumah.

“Semua ini berlangsung sejak 2020 hingga 2020. Selama 5 tahun ini anak-anak dan cucu-cucu harus bertahan hidup tanpa kasih sayang ibu, tanpa penghasilan tetap yang memadai, dan dalam kondisi tempat tinggal yang sangat tidak layak,” katanya.

Lebih lanjut, kondisi yang memilukan terjadi pada anak bungsunya juga yang duduk di bangku SD.

Anak Yorgen itu telah sakit hampir tujuh bulan terakhir, diduga akibat kekurangan gizi.

Menurutnya, istrinya yang meninggal dia dan anak-anak sulit untuk ditemui.

Ia menyebut, istrinya juga tidak membantu saat diminta bantuan uang untuk kebutuhan sekolah atau makan.

“Anak-anak ini hanya bisa makan jika ada makanan. Jika tidak, mereka tidak makan sama sekali. Tak jarang, mereka harus menahan lapar hingga keesokan harinya,” katanya. 

Anak-anak sering pergi menemui ibunya di kantor, tetapi selalu ditolak.

Kini, ia bersama anak dan cucunya bertahan hidup dengan dukungan satu sama lain.

(TribunJakarta/Kompas.com)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved