Viral di Media Sosial
Pasang Lagu di Kafe Bayar Royalti, Bossman Mardigu Tagih Balik Pemilik Lagu: Bayar Biaya Promosi
Aturan royalti musik untuk usaha kafe dan restoran menuai respons dari Komisaris Utama Independen PT Bank BJB, Mardigu Wowiek Prasantyo.
Namun, hingga kini ia masih belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai cara pembayaran, tarif pasti, serta ke mana dana tersebut harus disetorkan.
“Alternatif mungkin enggak ada musik dulu sampai ada kejelasan. Mungkin mulai bulan ini (tidak putar musik),” ujar Rifkyanto.
Ia menambahkan bahwa keputusan untuk menghentikan pemutaran musik tidak terlalu berdampak pada konsep usahanya, karena sejak awal Wheelsaid Coffee memang tidak menonjolkan elemen musik. “Dari awal konsep coffee shop enggak ada lagu, jadi flow pembeli cepat,” jelasnya.
Keluhan Rifkyanto bukan satu-satunya, ada banyak pemilik kafe lain yang ketakutan. Apalagi sebelumnya restoran Mie Gacoan di Bali terseret pidana karena masalah tersebut.
Putar Suara Alam Kena Royalti
Jika Rifkyanto memilih tidak memutar musik, bagaimana dengan pemilik usaha yang memilik memutar lagu dari alternatif lain, termasuk menggunakan rekaman suara alam seperti kicauan burung atau gemericik air, dengan asumsi hal tersebut bebas dari biaya?
Menanggapi fenomena ini, Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, memberikan penjelasan tegas.
Menurutnya, penggunaan rekaman suara alam untuk tujuan komersial tetap memiliki hak terkait yang melekat, yakni hak produser rekaman (fonogram).
“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi Kompas.com via telepon.
Dharma menekankan bahwa ada hak terkait milik produser yang merekam suara tersebut sehingga kewajiban pembayaran tetap ada. Ia menyayangkan munculnya narasi bahwa pembayaran royalti dianggap memberatkan pelaku usaha.
“Harus bayar dong, itu ada hak pencipta. Itu Undang-Undang. Bagaimana kita pakai sebagai menu tapi enggak mau bayar? Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” ujar Dharma.
Ia juga mengkritik narasi yang seolah-olah kewajiban membayar royalti bertujuan mematikan usaha kecil seperti kafe.
“Ada narasi yang sengaja dibangun keliru, seakan-akan (kami) mau mematikan kafe. Itu keliru sekali. Karena dia enggak baca aturannya, enggak baca Undang-Undang. Bahkan belum bayar, udah kembangkan narasi seperti itu,” tegas Dharma.
Dengan demikian, baik pemutaran lagu ciptaan musisi maupun rekaman suara alam untuk kepentingan komersial sama-sama memiliki kewajiban royalti yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (TribunJakarta.com/Kompas.com).
Di tengah Isu Ijazah Palsu Jokowi, Menantu SBY Justru Pamer Momen Wisudaan: Lulusan S1 di FE Unpad |
![]() |
---|
5 Fakta Bentrok Massa Tolak Kenaikan PBB vs Satpol PP di Pati, Bupati Diteriaki: Sudewo Pulang Aja |
![]() |
---|
Kisah Bripka Rian, Polisi Nyambi Jadi Badut di Bangka Belitung, Rela Tak Dibayar di Acara Anak Yatim |
![]() |
---|
Pemilik Porsche Cari Sopir Truk yang Tabrak Mobilnya, Sempat Viral Usai Maafkan dan Tak Minta Ganti |
![]() |
---|
SOSOK Annisa Yudhoyono, Alumnus S1 Jurusan Tersusah di FE Unpad: Lulusannya Paling Sial Jadi Menteri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.