Fenomena Anak Gagal Ginjal

Tak Rela Anak Cuci Darah, Ibu di Cilincing Pilih Rawat Jalan untuk Sembuhkan Gagal Ginjal Putranya

Gagal ginjal akut pada anak masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang mengkhawatirkan banyak orangtua.

Tribunjakarta/Gerald Leonardo
PERJUANGAN RAWAT ANAK - Siti Rohmani, ibunda dari Ibrahimovic, anak penderita gagal ginjal warga Cilincing, Jakarta Utara. Siti mengungkapkan perjuangannya untuk mendampingi anaknya rawat jalan supaya bisa sembuh total. (TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING - Gagal ginjal akut pada anak masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang mengkhawatirkan banyak orangtua.

Perilaku konsumsi minuman kemasan yang berlebihan diduga kuat menjadi salah satu pemicu utama penyakit ini dan telah banyak menjangkit anak-anak di usia sekolah.

Di Cilincing, Jakarta Utara, seorang anak laki-laki bernama Ibrahimovic (15) menjadi salah satu penderita gagal ginjal akut.

Ibrahimovic merupakan anak tunggal dari seorang ibu bernama Siti Rohmani.

"Namanya Ibrahimovic karena dulu bapaknya suka Juventus. Dan sekarang anaknya, si Baim ini juga suka main bola, suka futsal ya," ungkap Siti ketika ditemui TribunJakarta.com di rumahnya di wilayah RW 09 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (12/8/2025) lalu.

Baim didiagnosa mengalami gagal ginjal akut pada tahun 2022.

Awalnya, Siti melihat perubahan signifikan pada kondisi tubuh sang anak.

Kala itu, Baim yang biasanya aktif dalam aktivitas olahraga tiba-tiba tak bergairah.

Ia lemas dan sering sakit. Di suatu momen, Siti akhirnya membawa sang anak ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kesehatan Baim yang saat itu mengalami demam tinggi.

Siti mengira demam tinggi yang dialami anaknya hanyalah penyakit biasa, tapi nyatanya, setelah pemeriksaan mendalam, dokter mendiagnosisnya mengalami gejala gagal ginjal akut.

lihat fotoKabar meninggalnya Mpok Alpa gegara penyakit kanker pada Jumat hari ini membuat kaget banyak pihak. Bahkan sebelum kepergiannya, Mpok Alpa sempat menuliskan pesan untuk anak kembarnya yang belum genap berusia 1 tahun.
Kabar meninggalnya Mpok Alpa gegara penyakit kanker pada Jumat hari ini membuat kaget banyak pihak. Bahkan sebelum kepergiannya, Mpok Alpa sempat menuliskan pesan untuk anak kembarnya yang belum genap berusia 1 tahun.

"Waktu itu dirawat di (RSUD) Koja, itu katanya suruh cuci darah. Nah, saya kan nggak mau lah. Anak saya cuma satu masa cuci darah, yang udah-udah kan cuci darah tau sendiri ya," ungkap Siti.

Siti sempat hampir putus asa ketika mendengar saran dokter di RSUD Koja yang meminta agar Baim menjalani cuci darah rutin.

Tapi, ia tak langsung menuruti permintaan pihak rumah sakit itu dan memilih mengikuti saran kedua, yakni merujuk anaknya berobat ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih mumpuni untuk menangani gagal ginjal pada anak.

Akhirnya, Siti pun membawa anaknya berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Senada dengan rumah sakit sebelumnya, dokter di RSCM juga mendiagnosis Baim mengalami gagal ginjal akut.

Pada pemeriksaan terakhir, ginjal Baim menyusut menjadi sekitar 4,23 sentimeter dari ukuran ginjal normal yang panjangnya sekitar 9,1 sentimeter.

Keputusasaan itu pelan-pelan mereda, Siti memiliki harapan baru ketika dokter di RSCM menyatakan bahwa Baim tak perlu cuci darah, tapi harus rawat jalan.

"Sampai sekarang nih masih berobat rutin. Sebulan sekali, kadang sebulan dua kali, di RSCM yang emang khusus anak-anak yang punya penyakit ginjal, yang cuci darah. Kalau di RSCM katanya Baim ini yang masih ibarat stadium tiga lah. Ibarat katanya masih bisa disembuhin pakai obat-obatan," jelas Siti.

Siti mengaku, sejak kecil Baim memang gemar mengonsumsi minuman kemasan, mulai dari minuman rasa teh manis hingga rasa jeruk.

Kebiasaan itu sulit dikontrol, terutama saat anaknya berada di sekolah.

"Dia beli pas istirahat. Air putihnya jarang diminum, padahal saya selalu bekalin. Kadang pulang sekolah botolnya masih utuh," ucap Siti.

Kini, Baim menjalani pengobatan rutin di RSCM.

Ia harus mengonsumsi obat setiap malam, kadang disertai vitamin dan obat darah tinggi.

Biaya obat tidak selalu ditanggung, sehingga Siti pernah harus mengeluarkan Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu untuk menebus obat yang tidak ter-cover BPJS.

Selain itu, dokter juga menganjurkan susu khusus penderita ginjal yang harganya bisa mencapai Rp 200 ribu per tujuh saset.

Meski berat secara finansial, Siti bersyukur kondisi ginjal Baim membaik.

"Awalnya panjang ginjalnya cuma 4,23 sentimeter, sekarang sudah 6,25. Normalnya 9,1 sentimeter," jelasnya.

Perjuangan itu dijalani tanpa bantuan rutin dari pihak manapun.

Hanya sekali, pada tahun pertama berobat ke RSCM, seorang dokter memberi bantuan tunai Rp 250.000 dari kantong pribadi sebagai bentuk kepedulian.

Siti mengaku prihatin melihat banyak anak lain yang mengalami nasib serupa akibat konsumsi minuman berpemanis berlebihan.

Beberapa bahkan harus menjalani cuci darah dan tidak bertahan lama.

"Cukup anak saya yang ngalamin, jangan anak-anak Indonesia lainnya," tegasnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved