Heboh Sindikat Hacker Surabaya: Bobol Situs Pemerintah AS, FBI Turun Tangan Sampai Picu Perang Siber

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sindikat Hacker Mahasiswa Surabaya

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNJAKARTA.COM, SEMANGGI - Polda Metro jaya menciduk sindikat peretas atau hacker yang membobol 600 situs dari Indonesia.

Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018).

Baca: Seputar Sidang Setya Novanto: Tertawa Soal Jarum Infus Anak, Kode Miras dan Kunjungan Anak Bungsu

Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.

Inilah deretan fakta-fakta yang dihimpun TribunJakarta.com dari Tribunnews.com:

Bobol 600 Situs Indonesia dan Luar Negeri

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono menerangkan, Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap dua pria komplotan hacker atau peretas ratusan website baik dalam negeri maupun luar negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Argo mengatakan, pelaku telah melakukan tindak pidana mengakses komputer atau sistem milik orang lain dengan paksa untuk mendapatkan informasi elektronik atau dokumen calon korbannya.

Ilustrasi Hacker (youtube)

"Setelah mendapatkan data dari calon korbannya, para pelaku biasanya menggunakan data korban untuk mengancam akan membocorkan informasi jika tidak memberikan sejumlah uang," ujar Argo dalam keterangannya, Selasa (13/3/2018).

Para pelaku menerobos, melampui, atau menjebol sistem pengamanan dengan cara hacking dari sistem elektronik milik orang lain kemudian mengancam dan menakut-nakuti calon korbannya dengan meminta sejumlah uang.

Baca: Tanjakan Emen Kembali Telan Korban: Kronologi Minibus sampai Mbah Mijan Turun Tangan

Komplotan ini tergabung dalam grup SBH yang terdiri dari enam orang yang memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mencari serta memperdayai calon korbannya hingga mendapatkan sejumlah uang.

Namun, baru dua pelaku yang dibekuk di kawasan Surabaya, Jawa Timur, pada, Minggu (11/3/2018) kemarin.

Tersangka pertama berinisial KPS ditangkap di daerah Sawahan, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Tersangka merupakan pendiri sekaligus anggota SBH. Yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana hacking dengan meretas kurang ratusan website.

"600 website atau sistem elektronik di dalam Indonesia dan Luar Negeri serta meminta sejumlah uang melalui metode pembayaran akun PayPal dan Bitcoin dengan alasan biaya jasa" ujar Argo.

Sementara tersangka kedua berinisial NA warga Gubeng, Surabaya, Jawa Timur. Pelaku adalah tangan kanan KPS sekaligus anggota yang telah meretas 600 website Indonesia dan luar negeri kemudian meminta sejumlah uang melalui akun PayPal dan Bitcoin sebagai biaya jasa.

Argo mengatakan kelompok ini telah menjalankan aksinya sejak setahun terahir dan berhasil mengumpulkan uang hingga ratusan juta rupiah.

"Penghasilan bervariasi, sekitar Rp 200 juta pertahun," ujar Argo.

Dari tangan pelaku polisi juga menyita sejumlah barang bukti alat kejahatan berupa handphone, laptop, dan modem.

Kedua pelaku masih di periksa di Sat Reskrim Polrestabes Surabaya dan akan diterbangkan ke Jakarta besok.

Pelaku dikenakan Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Retas Sistem Keamanan Pemerintah AS

Tiga mahasiswa asal Surabaya meretas sistem keamanan di 44 negara, termasuk sistem Pemerintah Amerika Serikat.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menerangkan, tiga mahasiswa asal Surabaya berinisial NA (21), KPS (21), dan ATP (21), diringkus jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

Mereka melakukan pembobolan 600 situs dalam dan liar negeri di 44 negara.

Ketiganya merupakan anggota komunitas dari Surabaya Black Hat atau SBH.

Ketiga pria itu, melancarkan aksinya dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database.

"Jadi, tiga pelaku merupakan mahasiswa jurusan IT dari Universitas di Surabaya," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

ilustrasi hacker (www.pintarkomputer.com)

Ketiga pelaku melakukan peretasan di pelbagai instansi.

Argo mencontohkan, mereka meretas sistem keamanan IT perusahaan di Indonesia, kemudian mengirimkan peringatan melalui surat elektronik.

Para pelaku meminta tebusan ke perusahaan tersebut, jika sistem IT perusahaan yang diretas ingin dipulihkan seperti semula.

"Minta uang Rp 20 sampai Rp 30 juta. Itu dikirim via PayPal. Kalau tidak mau bayar sistem dirusak," ujar Argo.

Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menambahkan, pengungkapan kasus tersebut setelah menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.

Bahwa terdata puluhan sistem berbagai negara rusak. Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.

"Kita kerjasama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI itu," ujar Roberto.

Roberto menerangkan, tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.

Sebab, mereka meretas sistem Pemerintah Amerika Serikat

"Ini mereka juga ada beberapa situs Pemerintah di USA yang di intrucion. Pemerintah itu community service untuk dibantu bukan untuk di ganggu," ujar Roberto.

Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018). K

etiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.

"Tiga pelaku masih buron," ujar Roberto.

Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik.

Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.

Jebol Ribuan Sistem IT di 44 Negara

Tiga mahasiswa Universitas di Surabaya meretas ribuan sistem Informasi Teknologi di 44 negara.

Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menerangkan, ketiga mahasiswa yang diringkus berinisial NA (21), KPS (21), dan ATP (21).

Mereka bagian dari Komunitas Surabaya Black Hat (SBH). Ketiga pelaku melancarkan aksinya dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database.

"Total ada 44 negara dan tidak menutup akan bertambah. Ini masih dalam lidik," ujar Roberto di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Menurut Roberto, satu pelaku bisa meretas hingga 600 sistem IT di 44 negara, "Ini hampir tiap-tiap orang 600 sistem IT," ujarnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, ketiga pelaku melakukan peretasan di pelbagai instansi.

Argo mencontohkan, mereka meretas sistem keamanan IT perusahaan di Indonesia, kemudian mengirimkan peringatan melalui surat elektronik.

Para pelaku meminta tebusan ke perusahaan tersebut, jika sistem IT perusahaan yang diretas ingin dipulihkan seperti semula.

"Minta uang Rp 20 sampai Rp 30 juta. Itu dikirim via PayPal. Kalau tidak mau bayar sistem dirusak," ujar Argo.

Menurut Argo, pengungkapan kasus tersebut setelah pihak kepolisian menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.

Bahwa terdata puluhan sistem berbagai negara rusak. Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.

"Kita kerjasama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI itu," ujar Argo.

Tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber. Sebab, mereka meretas sistem Pemerinta Amerika Serikat

Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018). Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.

"Tiga pelaku masih buron," ujar Argo.

Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik. Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.

Raup Rp 200 Juta Per Orang

Tiga mahasiswa Surabaya meretas ribuan sistem IT di 44 negara dengan keuntungan masing-masing Rp 200 juta.

Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menyampaikan, pundi rupiah yang mereka dapatkan dalam bentuk Paypal dan Bitcoin. Uang itu mereka kumpulkan selama aktif meretas sejak 2017 lalu.

"Rp 50 juta sampai Rp 200 juta per orang," tutur Roberto di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Para pelaku berinisial NA (21), KPS (21), dan ATP (21) itu meminta sejumlah uang dengan nominal bervariasi. Setelah berhasil membobol sistem, mereka menawarkan perbaikan. Apabila ditolak maka akan langsung dirusak.

"Ini kan hampir tiap-tiap orang 600 website. Bukan website saja tapi sistem IT," jelas dia.

Para hacker yang menjadi bagian dari Komunitas Surabaya Black Hat (SBH) itu melancarkan aksinya dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono Argo mengatakan, pengungkapan kasus tersebut setelah pihak kepolisian menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.

Bahwa terdata puluhan sistem berbagai negara rusak. Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.

"Kita kerjasama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI itu," ujar Argo.

Tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber. Sebab, mereka meretas sistem Pemerintah Amerika Serikat

Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018). Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.

"Tiga pelaku masih buron," ujar Argo.

Polisi Masih Buru Tiga Pelaku

Polisi masih memburu tiga pelaku peretasan yang memakan korban ribuan sistem Informasi Teknologi di 44 negara.

Polisi meringkus tiga hackers asal Surabaya, Jawa Timur yang melakukan pemerasan yaitu KPS (21), ATP (21), dan NA (21).

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono menerangkan, sampai saat ini polisi juga masih memburu tiga pelaku lainnya yang masih dalam satu komplotan hackers tersebut.

"Mereka merupakan anggota inti kelompok hacker Surabaya Black Hat (SBH) yang masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Para pelaku meretas sistem IT lembaga negara. Tidak tanggung-tanggung, para pelaku tidak hanya membobol sistem IT di Indonesia, namun juga di luar negeri.

"Ada, di luar negeri juga ada, tapi tidak bisa kita sebutkan ya. Dari perusahaan kecil sampai besar ada," ujarnya.

Setelah berhasil diretas, pelaku ini mengirim email, bukti telah berhasil meretas sistem. Setelah mengirim bukti, para pelaku meminta sejumlah uang, untuk memulihkan sistem yang dirusak.

Uang yang diminta pelaku antara Rp 15 hingga Rp 25 juga per satu sistem IT yang diretas.

"Pembayaran uang tebusan itu dilakukan melalui akun paypal dan bitcoin. Mereka kirim email untuk minta tembusan. Minta uang ada Rp 20 juta, Rp 25 juta, Rp 15 juta itu dikirim via paypal. Kalau enggak mau bayar sistem dirusak," ujar Argo.

Argo mengatakan, pengungkapan kasus tersebut setelah pihak kepolisian menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.

Bahwa terdata puluhan sistem berbagai negara rusak.

Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.

"Kita kerjasama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI itu," ujar Argo.

Tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.

Sebab, mereka meretas sistem Pemerinta Amerika Serikat

Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018).

Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur. (Dennis Destryawan/Tribunnews)

 

Berita Terkini