Tiga mahasiswa Stikom, Surabaya, Nizar Ananta Prawira Yudha, Katon Primadi Sasmitha dan Arnold Triwardhana Panggau ditangkap FBI lantaran melakukan peretasan kepada ratusan website.
Berita ini pun menyebar ke seluruh penjuru kampus, tak ketinggalan kalangan mahasiswa Sistem Informasi.
Yoga Punantya, mahasiswa Sistem Informasi semseter 4 ini mengaku sejumlah mahasiswa sudah membiacarakannya sejak beberapa waku lalu, saat berita mulai banyak dibicarakan di media massa.
Baca: Sabil Menanti Harta Karun dalam Gentong Ajaib Selama Setahun, Ternyata Isinya Mengejutkan
Menurut Yoga, bahkan dosennya mengajar juga sempat menyentil soal itu di dalam kelas.
"Ya secara tidak langsung sih, menyentil bilangnya 'kalau sudah menguasai sesuatu atau ilmu tertentu janganlah digunakan untuk hal-hal negatif atau merugikan' gitu pesannya," aku Yoga yang sedang menikmati es, di jam istirahat, Rabu (14/3/2018).
Keseharian Pelaku
Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya membenarkan mengakui tiga orang yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya dan FBI di Surabaya terkait peretasan situs internasional adalah mahasiswanya.
Ketiganya ditangkap, karena menjadi bagian dari komunitas Surabaya Black Hat (SBH) yang telah meretas ribuan sistem IT di 44 negara.
Humas Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya, Sugiharto Adhi Cahyono mengungkapkan, Katon Primadi Sasmitha (21), Nizar Ananta (21), dan Arnold Triwardhana Panggau (21) merupakan mahasiswa S1 Sistem Informasi angkatan 2015.
Baca: Begini Cerita Warga Bintaro Bisa Jual Motor Astrea Grand 1991 Seharga Rp 80 Juta
"Ketiganya tercatat masih mahasiswa aktif, sekarang semester 6. Kalau aktif masuk kuliah sudah tidak sekarang," ujarnya pada SURYA.co.id, Rabu (14/3/2018).
Selama menjadi mahasiswa, mereka belum pernah melakukan pelanggaran akademik ataupun pelanggaran etika.
"Mereka tidak aktif di organisasi seperti senat atau BEM. Secara nilai juga masih grade bagus, Indeks Prestasinya diatas 3," jelasnya.
Ke depannya, pihak kampus masih menerapkan praduga tak bersalah untuk kasus internal maupun eksternal. Apalagi pihak kampus belum tahu prosesnya hukumnya berjalan sampai mana.