Laporan Wartawan Tribun Jateng, Hermawan Endra Wijonarko
TRIBUNJAKARTA.COM, MAGELANG - Sebuah tenda panjang terpasang di depan rumah bercat kuning di Jalan Duku II 30 Perum Kopri, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (9/5/2018) malam.
Di rumah itulah jenazah Briptu Fandi Setio Nugroho disemayamkan.
Ia satu dari lima anggota Densus 88 Antiteror Polri yang gugur saat penanggulangan narapidana kasus terorisme di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Selasa (8/5/2018).
Puluhan pelayat silih berganti datang ke rumah duka pada Kamis (10/5/2018) pagi.
Kakak korban, Erik Kristianto, menyalami setiap tamu yang hadir.
Sedangkan ayah korban terlihat berada di tengah tenda membaur dengan para pelayat lainnya sambil menunggu jenazah tiba di rumah duka.
Menurut informasi jezanah Briptu Fandi bakal tiba ke rumah duka pada Kamis (10/5/2018) pukul 09.00 WIB melalui Bandara Adisutjipto Yogyakarta.
Jenzah Briptu Luar Biasa Anumerta Fandi Setio Nugroho dimakamkan di TPU Kuncen, tak jauh kompleks perumahan.
Ibu korban, diketahui sedang berada di Jakarta ketika mendapat kabar anaknya menjadi salah satu korban meninggal.
Ia yang sedang berdinas di Semarang langsung bertolak menuju Jakarta untuk menjemput jenazah.
Di mata warga sekitar, Briptu Fandi dikenal sebagai sosok yang pintar bersosialisasi dengan masyarakat.
Almarhum lahir dan tumbuh besar di Magelang, hingga akhirnya meneruskan profesi ibunya sebagai anggota polisi.
Semenjak menjadi polisi, Briptu Fandi tinggal di Jakarta bersama istri dan seorang anak.
Namun, hampir setiap bulan pulang ke daerah kelahiran sekaligus rumah orangtuanya di Magelang.
"Kalau pulang pasti kumpul-kumpul dengan masyarakat. Orangnya baik dan ramah, dapat istri dokter orang Malang tapi keduanya kerja di Jakarta. Kasihan anaknya masih kecil, baru berusia delapan bulan, " kata tetangga korban, Badri.
Ayah almarhum, Rumpoko mengaku syok dengan kejadian itu. Ketika mendengar kabar anaknya menjadi korban, ia sedang berada di rumah, usai pergi melayat tetangga.
Ia tak habis pikir anak bungsunya dari dua bersaudara menjadi korban.
Tak ada firasat atau pun hal lain sebelum kejadian ini terjadi. Rumpoko pun tidak mengetahui bagaimana cerita kronologis pertumpahan darah di Mako Brimob yang merenggut nyawa Fandi.
"Selama ini Fandi enggak pernah cerita kalau lagi ada masalah. Mungkin ceritanya dengan kakak atau ibunya. Sebab Fandi lebih dekat dengan ibu, kalau curhat pasti ke ibunya," kata Rumpoko.
Sementara itu, kakak korban, Erik Kristianto bercerita bahwa saat mendengar kabar adiknya meninggal dirinya sedang berada di Blora rumah nenek. Ia pun langsung pulang ke Magelang.
Kepada Tribun Jateng, Erik terang-terangan mengatakan, adiknya sempat bercerita ingin pindah tugas ke daerah, Semarang atau Yogyakarta. Sebab almarhum mengaku ingin mencari pengalaman baru.
Dia sudah tiga tahun tugas di Densus 88, di Jakarta.
"Kalau saya itu inginnya adik pindah ke Magelang, supaya dekat dengan keluarga," imbuhnya.
Erik menerima video dari seorang rekan adiknya sesama anggota polisi untuk mengenali identitas korban. Melihat luka yang dialami adiknya, ia mengaku ada perasaan ingin membalas perbuatan pelaku yang begitu keji.
Selain dari wajah, ia juga bisa memastikan korban adalah adiknya dari jam tangan yang dikenakan.
Sebab baru-baru ini almarhum bercerita dan sempat memerkan jam tangan berwarna hitam tersebut yang merupakan pemberian dari komandannya.
Menurur Erik, adiknya merupakan polisi yang berprestasi. Belum lama ini juga pernah mendapat pelatihan di Amerika yang merupakan anggota pilihan dan tidak semua bisa memperolehkannya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Briptu Fandi Gugur di Mako Brimob, Jam Tangan Hitam Pemberian Komandan Jadi Tanda