TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih mengkhawatirkan.
Pada penutupan perdagangan, Senin (17/9), nilai tukar rupiah melemah ke posisi mendekati angka psikologis Rp 15 ribu, tepatnya Rp 14.915 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, pada posisi tersebut depresiasi nilai tukar rupiah sejak awal 2018 menjadi 9,81 persen.
Pada awal perdagangan, nilai tukar rupiah dibuka melemah pada posisi Rp 14.862 per dolar AS.
Bank Indonesia menyebutkan defisit neraca perdagangan periode Agustus 2018 sebenarnya menunjukkan perbaikan dibanding Juli 2018, namun ekspektasi pasar melebihi angka itu.
Tak pelak nilai tukar rupiah di pasar spot tertekan sepanjang Senin siang.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan meskipun defisit, tekor neraca perdagangan Agustus 2018 (sebesar 1,02 miliar dolar AS), sudah jauh menurun dibandingkan Juli 2018 yaitu 2,03 miliar dolar AS.
Defisit impor bahan bakar minyak (BBM) mencapai 1,66 miliar dolar AS, setara Rp 24,7 triliun.
"Mungkin harapan pasar lebih dari itu (1,02 miliar AS). Perlu waktu karena tidak bisa impor langsung dipotong. Kita lihat prosesnya ada progres, " ujarnya.
Sentimen neraca perdagangan memang membayangi pergerakan nilai tukar mata uang rupiah.
"Yang penting kita lihat tekanan terhadap rupiah dari neraca perdagangan mulai membaik, karena kita membandingkan dengan bulan lalu," ujar Dody.
Dody melihat penurunan defisit neraca perdagangan Agustus 2018 ini bisa berlanjut. Diprediksi pada kuartal III 2018 defisit akan terus menurun.
Defisit perdagangan September 2018 diharapkan turun signifikan karena penerapan bahan bakar biodiesel bercampur 20 persen minyak kelapa sawit (B20).
Kebijakan itu akan menurunkan impor minyak dan di sisi lain meningkatkan nilai ekspor kelapa sawit.
Bank Sentral memiliki kajian penerapan B20 di semua sektor akan menurunkan impor minyak mentah hingga 2,2 miliar dolar AS pada September hingga Desember 2018.