Soal Larangan Pengurus Partai jadi Calon Anggota DPD, KPU Diminta Ikuti Putusan MK

Penulis: MuhammadZulfikar
Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Pemilihan Umum

Sehingga, menurut Bivitri, tidak ada alasan menunda berlakunya putusan tersebut.

Apalagi, kata dia, KPU RI, selaku lembaga penyelenggara pemilu sudah mengirimkan surat pemberitahuan adanya putusan itu kepada KPU di tingkat provinsi.

Sebagai konsekuensi, pengurus parpol yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI harus membuat surat pengunduran diri dari parpol tersebut.

"Jangan lupa tahap pemilu baru berhenti tahap pendaftaran ketika DCT diumumkan. Putusan MK keluar waktu DCS dan jeda mulai putusan MK keluar sampai DCT lama berminggu-minggu dan ini KPU mengirim surat ke semua calon DCS. Soal retro aktif tidak, karena DCT belum diumumkan," kata dia.

Sehingga, dia menambahkan, keputusan KPU RI untuk tidak memasukkan OSO di DCT untuk anggota DPD RI di Pemilu 2019 sudah tepat.

"Dari pendaftaran ke kampanye, pendaftaran tutup di DCT. Dari tafsiran itu bisa dilihat bahwa selesai tahap itu DCT bukan DCS. KPU mencoret sudah dalam konteks UU Pemilu," katanya.

KPU Diminta Ikuti Putusan MK
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai KPU RI sedang menghadapi problem karena dihadapkan pada putusan berbeda antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

MK dan MA mengeluarkan putusan berbeda mengenai seorang pengurus partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI untuk Pemilu 2019.

Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 mengenai larangan pengurus partai politik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah mulai berlaku sejak dibacakan di sidang pembacaan putusan pada 23 Juli 2018.

Namun, MA mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan Oesman Sapta terkait peraturan KPU 26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Dewan Perwakilan Daerah, dengan nomor registrasi 65 P/HUM/2018, tanggal 25 September 2018 lalu.

"KPU bingung apakah mematuhi putusan MK atau mengikuti putusan MA. Ini di dua persimpangan jalan. KPU berdiri di tengah-tengah. Kedua-duanya saling berseberangan, karena ini dua pilihan," ujar Feri, di acara diskusi Sikap KPU dan Potensi Gangguan Pemilu Paska Benturan Putusan MK dan MA serta PTUN dalam Pencalonan Anggota DPD, di Jakarta Pusat, Minggu (18/11/2018).

Untuk itu, dia menyarankan, KPU agar memilih salah satu dari dua putusan itu.

Hal ini, karena dia menilai, dua putusan itu berbeda substansi.

Namun, dia mendorong, agar putusan MK yang dipilih.

Menurut dia, memilih putusan MK membuat KPU tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan putusan MK tersebut.

Halaman
123

Berita Terkini