Zahra mengatakan, ia sekeluarga bertahan karena kebaikan warga Manado.
Sebut Zahra, para gurulah yang mengupayakan agar Tahanan PBB dan Tahanan PBB 2 bisa tetap bersekolah pada saat ini.
"Warga Manado lah yang memberi sedelah pada kami hingga bisa bertahan hidup," kata dia.
Hingga kini, ia masih bertanya tanya mengapa permohonan suaka mereka ditolak dan mereka jadi tahanan PBB.
"Jika permohonan saya bohong dan Afganistan aman, mengapa PBB mengirim pasukan ke negara kami, " kata dia.
Sajad pengungsi lainnya merasakan keramahan warga Manado.
Ia menyebut warga Manado ramah serta sopan.
"Saya sendiri banyak teman disini, bahkan dari agama Kristen, di sini rukun dan damai, " kata dia.
Dilansir Kompas.com disebutkan, Tahanan PBB yang lahir pada 31 Agustus 2003 ini lahir dari pasangan Mohammad Yaqub dan Akilah.
Keduanya asal Afganistan yang kini menghuni Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Manado.
Menurut Tahanan, yang ditemui di sela-sela aksi mogok makan sebagian penghuni Rudenim Manado, awalnya kedua orangtuanya ditahan di Rudenim Sumbawa.
Lalu pada 2010 dipindahkan ke Rudenim Manado.
"Adik saya juga bernama Tahanan PBB Nomor Dua. Sama seperti saya lahir di dalam sel atau penjara," ujar Tahanan yang masih berseragam sekolah itu, Rabu (29/11/2017).
Tahanan menjadi penghuni Rudenim Manado bersama 139 imigran lainnya yang bermasalah.
Kebanyakan dari mereka adalah imigran asal Afganistan. Selain itu berasal dari Sudan, Eritrea, Ethiopia, Somalia, Pakistan, Suriah dan Myanmar. Kebanyakan dari mereka adalah pencari suaka.