"Misalnya ada sebuah kejadian money politics, di suatu tempat, dan setelah dibuktikan terbukti memang ada money politics, tetapi tidak bisa dibuktikan rangkaiannya ke atas, ke pasangan calon atau tim kampanye nasionalnya, itu satu," papar Refly Harun.
"Kedua, hanya terjadi sporadis di tempat tertentu."
"Nah itu bukan tidak di akui, diakui sebagai sebuah electoral fraud atau kecurangan pemilu tetapi tidak signifikan untuk mempengaruhi hasil. Nah karena itulah, biasanya hal-hal seperti ini tetap diakui tetapi kemudian permohonannya ditolak," tambah Refly Harun.
Refly Harun menjelaskan kerangka berpikir tersebut berlaku sejak Pemilu 2004.
• Prabowo Bilang Waktu Pengumuman Pilpres Janggal, Eks Komisioner KPU Ungkap Bedanya dengan 2014
• Diadang Saat Hendak Ikut Aksi di Bawaslu, Dahnil Anzar & Sudirman Said Tanya Ini ke Polisi
"Paradigma ini berlaku sejak tahun 2004, 2009, dan 2014," kata Refly Harun.
Terkait adanya gugatan pada Pemilu 2019, Refly Harun menjelaskan bahwa kerangka berpikir itu mungkin dapat digunakan kembali oleh MK atau tidak.
Refly Harun mengatakan bahwa MK juga memiliki kemungkinkan untuk menggunakan paradigma lain dalam menangani gugatan sengketa pemilu.
SIMAK VIDEONYA:
Bakal Ajukan Gugatan ke MK, Ini yang Harus Dibawa Prabowo-Sandiaga
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno rencananya akan mengajukan pendaftaran gugatan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2019 ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (23/5/2019).
Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono menyampaikan syarat apa saja yang harus dibawa pemohon.
"Jadi permohonan itu sendiri permohonan tertulis rangkap empat kemudian disertai daftar alat bukti dan alat bukti itu sendiri yang sesuai dengan daftar itu," ujar Fajar di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (23/5/2019).
Isi permohonan tersebut adalah identitas pemohon, kewenangan MK, kedudukan kewenangan MK, kedudukan hukum, dan juga tenggat waktu pengajuan.
Kemudian, berkas permohonan itu juga harus diisi dengan posita atau hal yang dipersoalkan.
"Apa yang dipersoalkan? Apakah kecurangan? Terjadi di mana? Kalau kesalahan penghitungannya di mana? Kemudian ada petitumnya yaitu apa yang diminta," ujar Fajar.