Mereka begitu gigih, penuh semangat, mengumpulkan rupiah hasil menjual wortel BS.
Terbayang, kelak tabungannya sudah terkumpul, mereka dapat membeli sepeda.
Dengan begitu tak perlu lagi mereka capek jalan dari rumah masing-masing ke Pasar Induk Kramat Jati yang jaraknya lumayan jauh.
Putus sekolah demi bantu ibu
Di antara Fitri dan Arifin, Reni yang paling besar, usianya menginjak 13 tahun. Sudah tiga tahun lalu ia menjadi kuli pungut.
Bangku sekolah ia tinggalkan, demi membantu ibunya, Ipe, mencari pemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ipe seolah menjadi orangtua tunggal bagi lima anaknya, sementara suaminya harus mendekam di bui setelah divonis tujuh tahun penjara dalam kasus narkoba.
Reni anak kedua, kakaknya yang tertua masih tetap bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama.
Sebenarnya, Ipe memiliki enam anak. Anaknya yang paling bungsu sejak masih orok diasuh bibinya.
Renilah yang lebih sering menjadi kuli pungut, sementara Fitri, adik di bawahnya, kadang kala saja ketika ingin ikut ke pasar mengikuti kakaknya itu.
"Saya udah enggak sekolah, mau bantu mama saja. Kasihan mama enggak ada yang bantuin. Kalau ujan keujanan, kalau panas kepanasan," cerita Reni sambil mengupas wortel hasil pungutan.
Satu plastik wortel BS Reni jual seharga Rp 5 ribu. Sehari, Reni bisa mendapat Rp 50 sampai Rp 60 ribu hasil menjual wortel BS.
Biasanya, Reni mendapat uang lebih dari orang yang membeli dagangannya.
Berhenti sekolah murni keputusan Reni, karena tak tega melihat ibunya seorang diri menghidupi keluarga.
"Mama enggak nyuruh berhenti sekolah. Tapi saya enggak tega kalau mama kerja sendiri. Akhirnya kerja begini dari tiga tahun lalu," imbuh Reni.