Polres Tangsel Ungkap Ciri-ciri Materai Daur Ulang, 90 Persen Mirip Asli

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakapolres Tangsel, Kompol Didik Putro Kuncoro saat ungkap kasus daur ulang materai didampingi Kasat Reskrim Polres Tangsel, AKP Muharram Wibisono Adipradono, di Mapolres Tangsel, Seepong, Rabu (16/10/2019).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNJAKARTA.COM, SERPONG - Aparat Polres Tangerang Selatan (Tangsel) meringkus dua orang sindikat pembuat dan pengecer materai daur ulang.

Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya,Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, dua tersangka itu adalah Doni Hadidas (39) sebagai pembuat materai daur ulang, dan Endun (37) sebagai pengecer.

Wakapolres Tangsel, Kompol Didik Putro Kuncoro mengatakan peredaran materai daur ulang itu meresahkan.

Pasalnya, materai itu melanggar hukum sesuai pasal 260 ayat 1e dan 2e dan atau pasal 260 ayat 2 KUHP.

Terlebih jika digunakan untuk dokumen perjanjian yang penting.

Didik menjelaskan salah satu ciri materai rekondisi itu adalah, nomor materai tidak urut dengan materai lainnya.

"Contohnya di digit terakhir ini Ada 697, di sebelahnya 574," ujar Didik saat ungkap kasus tersebut didampingi Kasat Reskrim Polres Tangsel, Muharram Wibisono Adipradono, di Mapolres Tangsel, Serpong, Rabu (16/10/2019).

Didik mengatakan, sekilas, materai daur ulang sangat menyerupai aslinya.

"Kalau secara kasat mata si mungkin (kemiripannya) 90%," ujarnya.

Muharram menambahkan, perbedaan lain yang bisa diperhatikan untuk mendeteksi materai daur ulang adalah pada bagian hologramnya

"Kalau dilihat dari sisi pinggir-pinggir, warna hologramnya mati," ujar Muharram.

Materai rekondisi itu juga bisa dilihat dari sisi belakang yang agak timbul karena pernah dibubuhi tanda tangan.

"Masyarakat juga diharapkan cermat dalam memilih atau membeli materai," imbaunya.

Dua Tersangka Sindikat Daur Ulang Materai Terancam Penjara Empat Tahun

Dua orang tersangka sindikat daur ulang materai yang diringkus aparat Polres Tangerang Selatan (Tangsel), terancam hukuman empat tahun penjara.

Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, dua tersangka itu adalah Doni Hadidas (39) sebagai pembuat materai daur ulang, dan Endun (37) sebagai pengecer.

Endun ditangkap di bilangan Setu Tangsel, sedangkan si pembuat, Doni, diamankan di Jampang, Bogor.

Wakapolres Tangsel, Kompol Didik Putra Kuncoro, mengatakan, keduanya disangkakan pasal 260 ayat 1e dan 2e dan atau pasal 260 ayat 2 KUHP.

"Kedua tersangka dikenakan pasal pasal 260 ayat 1e, barang siapa menghilangkan merk, tanda tangan, tanda sahnya pada materai yang dikeluarkan oleh pemerintah negara Indonesia dan yang telah dipakai dan tidak laku lagi, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh menggunakan materai itu seolah-olah belum lagi dipakai," ujar Didik, saat ungkap kasus tersebut didampingi Kasat Reskrim Polres Tangsel, AKP Muharram Wibisono Adipradono, di Mapolres Tangsel, Seepong, Rabu (16/10/2019).

Sedangkan pasal 260 ayat 2 KUHP adalah tentang menjual materai yang sudah direkondisi itu.

"Jadi untuk ancaman hukuman yaitu paling lama empat tahun penjara," ujarnya.

Didik menjelaskan, kedua tersangka tersebut sudah beroperasi sejak lima bulan lalu.

Mereka biasa menjual materai daur ulang itu di sekitaran kampus se-Tangsel.

Sindikat Daur Mulang Materai 5 Bulan Beroperasi, Jadikan Wilayah Kampus di Tangsel Target Jualan

Tim Resmob Satreskrim Polres Tangerang Selatan (Tangsel), berhasil meringkus sindikat daur ulang materai di bilangan Setu, Tangsel, Selasa (15/10/2019).

Saat ini sudah dua orang, Doni Hadidas (39) sebagai pembuat materai daur ulang, dan Endun (37) sebagai penjual, yang diringkus dan diamankan untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Ipda Agan Tsaani Rachmat, yang memimpin peringkusan itu, menjelaskan pasar yang dibidik oleh sindikat itu.

"Sasaran pembelinya di sekitaran kampus-kampus di Tangerang Selatan," ujar Agam.

Hal itu tentu berbahaya bagipara mahasiswa yang membutuhkan materai sebagai legalitas dokumen.

Karena materai daur ulang sudah tidak bisa digunakan lagi sebagai jaminan pada suatu perjanjian.

Agam memaparkan, materai daur ulang dijual murah sehingga cocok dengan mahasiswa sebagai pasarnya.

"Kalau kita beli di kantor pos seharga Rp 6.000 dia menjual seharga Rp 3.000 lebih murah," ujarnya.

Agam menambahkan, "Karena memang banyak yang butuh materai tersebut, jadi memang dia tahu pasar materai yang laku ia jual."

Saat diringkus, dua orang yang sudah tertangkap itu mengaku baru beroperasi selama lebih dari lima bulan.

Sindikat besar daur ulang materai itu juga masih terus dikembangkan dengan mengejar DR (29) dan OP (27) yang bertugas sebagai penjual.

Belajar lewat Google

Penyitaan barang bukti cuka dan kaporit yang digunakan untuk mendaur ulang materai di Setu, Tangsel, Selasa (15/10/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR)

Google sebagai mesin pencari tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk mencari ilmu untuk pengetahuan, melainkan bisa juga dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan.

Satu kasus di antaranya adalah Doni Hadidas (39) yang belajar mendaur ulang materai lewat Google.

Doni bisa menyulap materai bekas, menjadi baru kembali dengan membersihkan sisa tanda tangan yang tertera di atasnya.

Tim Resmob Satreskrim Polres Tangsel berhasil meringkus Doni atas perbuatannya yang melanggar hukum itu.

Kepada Ipda Agam Tsaani Rachmat yang memimpin operasi penangkapan, Doni menunjukkan bagaimana cara mendaur ulang materai.

Materai bekas yang diambil dari kertas-kertas, dicuci menggunkan cuka dan kaporit, lalu dikeringkan.

"Dia belajar dari Google," ungkap Agam di Setu, Tangsel, Selasa (15/10/2019).

Pengeringan materai yang sudah dibersihkan itu bisa mencapai seharian penuh.

"Jadi dia menggunakan cuka dan kaporit," ujarnya.

Agam mengatakan, Doni sudah melakoni daur ulang materai untuk meraup keuntumgan selama lebih dari lima bulan.

"Dia melakukan sudah lebih dari lima bulan ini," ujarnya.

Selain Doni, aparat sudah mengamankan Endun (37) yang bertugas sebagai penjual materai bermasalah itu.

Sindikat besar daur ulang materai itu juga masih terus dikembangkan dengan mengejar DR (29) dan OP (27) yang bertugas sebagai penjual lainnya.

Jual setengah harga

Proses pembuatan materai daur ulang di Setu, Tangsel, Selasa (15/10/2019). (ISTIMEWA)

Aparat Polres Tangerang Selatan (Tangsel) berhasil menguak sindikat pembuat materai daur ulang.

Bermula dari laporan masyarakat, tim Resmob Satreskrim Polres Tangsel mendapati satu toko fotokopi dan penjual alat tulis kantor (ATK) di dekat Kampus Institut Teknologi Indonesia (ITI), Jalan Pispiptek, Setu, Tangsel yang menjual materai daur ulang.

Ipda Agam Tsaani Rachmat, yang memimpin operasi itu langsung mencirikan bekas coretan di materai yang dijual, berbeda dengan materai asli.

• Polres Pelabuhan Tanjung Priok Ungkap Materai Palsu yang Dijual Lewat Online Shop

Sembilan Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Kawasan Ancol, Sebuah Mobil Sampai Ringsek

Nunung Sedih Sidang Kasusnya Ditunda Sepekan: Lama Banget Kalau Nunggu

Ini Alasan Dibangunnya Lapangan Bola Voli di Terminal Kampung Rambutan

Sang penjual, Endun (37), pun memberi tahu Agam dari siapa dan dari mana ia mendapatkan materai bekas yang sudah "disulap" itu.

Endun memberi tahu lokasi pembuatan materai itu di bilangan Jampang, Bogor.

Tim Resmob pun langsung menahan Endun dan memintanya menunjukkan lokasi pembuatan.

Lokasi diketahui, alhasil Doni Hadidas (39), si penyulap daur ulang materai itupun turut diringkus.

Di tempat pembuatan itu juga didapati banyak sobekan kertas yang terdapat materainya. Kertas tersebut didapatkan dari tempat rongsok hingga kantor-kantor.

Endun dan Doni pun digelandang ke Mapolres Tangsel untuk penyelidikan lebih lanjut.

Selain dua orang itu, masih ada dua orang lain yang masih dalam pengejaran, atas inisial nama: DR (29) dan OP (27).

Kepada, awak media, Agam menjelaskam operasi yang berhasil menangkap sindikat daur ulang materai itu.

"Jadi materai itu dibersihkan sedemikian rupa, tanda tangannya dibersihkan, dibuat serapih mungkin kemudian ditempelkan kembali agar menyerupai dengan aslinya," ujar Agam.

"Kalau kita beli di kantor pos seharga Rp 6.000 dia menjual seharga Rp 3.000 lebih murah," tambahnya.

Berita Terkini