Proses Penyusunan APBD DKI Jakarta
1. Rembuk RW
2. Input Rencana Kerja Daerah
3. Musrenbang
4. Konsultasi Publik
5. Penajaman Forum
6. Pergub RKPD
7. Penyampaian Rancangan KUA-PPAS lanjut pembahasan
8. Surat Edaran Gubernur tentang Pedoman Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang ditindak lanjuti dengan input RKA oleh SKPD/UKPD
9. Penyampaian Raperda ke DPRD DKI lalu dilanjutkan dikirim ke Kemendagri untuk dievaluasi
10. Diperbaiki setelah dievaluasi lalu dilanjutkan dengan penetapan APBD
• Hari Ini, 34 Provinsi Umumkan UMP 2020, Tertinggi DKI Jakarta, 5 Daerah UMP-nya di Bawah Rp 2 Juta
Anies Anggap E-budgeting Terlalu Detail
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menganggap sistem anggaran digital atau e-budgeting terlalu detail karena sampai satuan ketiga.
Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.
Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.
Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.
"Sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Jumat (1/11/2019).
Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.
"Itu dokumen ada harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.
"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.
Ahok Buka Suara
Ahok buka suara Menanggapi pernyataan Anies, Ahok buka suara. Ahok menyatakan Anies terlalu pintar.
"Aku sudah lupa definisi smart seperti apa karena Pak Anies terlalu oversmart," ujar Ahok saat dihubungi Kompas.com, Kamis kemarin.
Ahok menjelaskan, sistem e-budgeting yang digunakan saat dia menjabat sebagai gubernur bisa mengetahui detail anggaran apa pun, seperti lem Aibon dan pulpen.
Sistem itu bisa mengetahui identitas orang yang mengubah atau memasukkan anggaran apa pun.
Siapa saja yang melakukan mark up anggaran pasti bisa diketahui.
"Bisa tahu beli apa saja dari perencanaan awal sudah masuk dan sistem semua, tidak bisa asal masukkan," kata dia.
Ahok menuturkan, sistem e-budgeting di Jakarta juga membuat detail perencanaan anggaran dimasukkan sejak awal.
Dengan demikian, anggaran seluruh komponen itu mudah dikontrol.
"Harus (dimasukkan) semasa dari awal dan jadi mudah kontrolnya," tutur Ahok.
Beda transparansi anggaran Ahok dan Anies
Ahok berujar, saat ia menjabat sebagai gubernur, rancangan anggaran sudah diunggah ke situs apbd.jakarta.go.id.
Tujuannya agar publik bisa mengoreksi anggaran yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
"(Dokumen anggaran diunggah) dari rancangan seingat aku. (Tujuannya agar) sekalian publik bisa koreksi dari data musrenbang tingkat kecamatan," ucap Ahok.
Dulu Kebijakan yang diterapkan Ahok dulu berbeda dari kebijakan Anies saat ini.
Anies memilih tidak mengunggah rancangan KUA-PPAS 2020 ke situs apbd.jakarta.go.id.
Anies khawatir rancangan itu menimbulkan keramaian jika diunggah dan dilihat publik.
"Justru karena ada masalah-masalah seperti ini yang menimbulkan keramaian, padahal tidak akan dieksekusi," ujar Anies.
Anies memilih mengunggah dokumen anggaran setelah dokumen itu dibahas bersama dengan DPRD DKI Jakarta.
Dia menyatakan akan lebih fokus untuk menyisir dan mengoreksi anggaran itu secara internal sehingga data itu tak akan dibuka ke publik saat ini. (TribunJakarta.com/Warta Kota/Kompas.com)