Kendati almarhum adiknya terseret arus air banjir, Ida tak pernah dendam dengan suasana hujan deras.
"Tidak pernah saya dendam, apalagi sama hujan-banjir. Itu takdir kalau menurut saya," Ida berkata sambil tersenyum.
Sementara, kemarin dan hari ini, tempat tinggal Ida yang puluhan tahun di Kampung Pulo, kembali digenangi air.
Ketinggian air mencapai kira-kira 140 meter.
"Ini seleher saya airnya. Kalau lagi begini (banjir), saya ingat adik," ujar Ida, menghela napas.
Selama mengalami banjir, Ida menyatakan kerap diserang penyakit vertigo (kehilangan keseimbangan dan disertai rasa pusing).
Sebabnya, Ida tak selalu nyenyak kala memejamkan mata. Tidur malam hari.
Namun, suara air banjir yang mengalir seakan menjadi alarm bagi Ida.
"Suka was-was kalau dengar air ngalir begitu, khawatir air banjirnya naik lagi," kata Ida.
Karena itu, Ida mengatakan kerap merasakan pusing atau sakit kepala lantaran sulitnya tidur nyenyak.
Beruntung, di dekat rumahnya tersedia posko kesehatan dari Kementerian Sosial RI.
Sore tadi, Ida pun berobat ke dokter yang ditugaskan pada posko kesehatan milik Kemensos RI tersebut.
"Ini saya mau cek vertigo, ngeri kenapa-kenapa jadinya lebih baik dikontrol ke sini," ucap Ida, yang mengenakan kaos hitam.
Ida pun sangat berharap, tidak ingin lagi mengalami kebanjiran di tempat tinggalnya.
Sebab, suara air banjir yang mengalir senantiasa menjadi alarm bahaya bagi Ida.
"Harapannya semoga saya dan warga Kampung Pulo, khususnya RW 03 dan sekitarnya, tidak lagi rasakan banjir," tutup Ida.