Herry menilai performa Ahsan/Hendra sudah menurun jelang Olimpiade 2016.
"Penampilan terbaik mereka tidak keluar meski Hendra sudah mengalami turun di Olimpiade. Namun, memang jelang keberangkatan mereka ke Rio, level performa mereka sudah turun," tuturnya.
Jelang Olimpiade 2020, Herry menekankan Ahsan/Hendra menyesuaikan gaya main mereka seiring pertambahan usia, mengingat Ahsan sudah berusia 32 tahun dan Hendra 35 tahun.
"Cara main mereka sekarang agak berbeda. Pada 2016 mungkin mereka merasa masih muda, jadi mau bermain cepat. Ternyata strategi itu tidak berhasil melawan rival yang lebih muda," ucap Herry.
"Belajar dari situ, gaya mereka harus berubah. Sekarang mainnya harus bertahan dulu baru menyerang balik. Biar bagaimana harus menyesuaikan," kata dia melanjutkan.
3. Hendra: apapun bisa terjadi
Hendra Setiawan, menyebut segala kemungkinan bisa terjadi pada Olimpiade. Dia berkaca pada pengalamannya memenangi medali emas turnamen multicabang sejagat tersebut pada 2008.
Ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan mempersembahkan medali emas pada Olimpiade Beijing 2008.
Mereka menang 12-21, 21-11, 21-16 atas pasangan tuan rumah, Fu Haifeng/Cai Yun.
Hendra Setiawan mengatakan pengalaman tersebut mengajarkan dia bahwa apa saja bisa terjadi saat bertanding pada Olimpiade.
"Kami melakukan persiapan selama enam minggu dan tidak ada halangannya. Namun, ternyata hasil undiannya berat," kata Hendra saat ditemui BolaSport.com di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta.
"Cara menyiasatinya kami fokus saja dan melakukan persiapan maksimal. Prinsip saya waktu itu, apa saja bisa terjadi," tutur dia melanjutkan.
Kido/Hendra saat itu bertemu Guo Zhendong/Xie Zhongbo (China) pada babak pertama dan menang 22-20, 10-21, 21-17.
Mereka lalu menang atas Koo Kien Keat/Tan Boon Heong (Malaysia), 21-16, 21-18, pada babak perempat final.
Pasangan Denmark, Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), menjadi ujian Kido/Hendra pada babak semifinal.