TRIBUNJAKARTA.COM - Budidaya kopi ternyata cocok di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.
Sebab, tanahnya subur.
Pembudidayaan kopi di lereng gunung ini sudah berjalan secara turun-temurun.
Meski keberadaannya cukup lama, tapi erupsi Gunung Merapi pada 2010 menjadi momentum melambungkan nama kopi Merapi.
"Kopi Merapi sebenarnya sudah ada cukup lama," ujar salah satu petani kopi di Lereng Merapi, Suryono saat ditemui di rumahnya, Dusun Gondang Pusung, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, baru-baru ini.
Suryono menyampaikan kopi di Lereng Gunung Merapi sempat meredup. Sebab harga kopi saat itu cukup rendah.
Hingga akhirnya beberapa warga menelantarkan pohon kopi yang ada di kebun mereka.
"Sekitar tahun 1981 harganya itu jatuh sampai hanya Rp 5.000. Jadi kopi itu hanya ditelantarkan saja," bebernya.
Meski, harga turun tapi beberapa petani masih bertekad untuk bertahan. Tujuannya agar kopi Merapi tetap eksis di wilayah Cangkringan, Sleman.
Menurutnya, saat itu kopi Merapi belum banyak dikenal orang, sehingga permasalahan utama para petani adalah pemasaran.
"Belum banyak yang kenal kopi Merapi, bahkan pernah menawarkan ke luar kota itu banyak ditipu orang," urainya.
Pada 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi. Banyak tanaman kopi yang ada di Cangkringan, Sleman rusak akibat erupsi tersebut.
Namun, dibalik bencana ada berkah yang tersembunyi.
• Heran Situasi Kafe Seperti di Bar, Pemilik Kafe Broker Bekasi: Kami Enggak Jual Alkohol Hanya Kopi
• Kisah Cak Inam: Dampingi Eks Napi Terorisme Mulai Hidup Baru Lewat Ngopi Bareng di Kedai Kopi
• Perkenalkan Aisyah, PPSU Cantik dari Kelurahan Pondok Kopi, Kerap Digoda Pengendara hingga Warga
Karena erupsi tersebut, Kopi Merapi menjadi banyak dikenal orang. Sebab, erupsi Gunung Merapi 2010 menjadi perhatian.
Banyak orang datang untuk membantu masyarakat Lereng Merapi yang menjadi korban erupsi.