Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Sungai Ciliwung kini tak lagi bisa dibandingkan dengan kejayaannya pada masa lalu yang jernih dan bersih.
Sungai yang membelah hutan beton Jakarta itu telah berubah menjadi keruh kecoklatan dan tercemar.
Namun, bila tidak ada kepedulian para pejuang lingkungan, barangkali nasib sungai purba itu akan lebih parah lagi.
Masih teringat dalam benak Haji Royani (65), akan kenangan masa kecilnya dulu tinggal di dekat bantaran Sungai Ciliwung.
Warga asli Pejaten Timur itu mengenang pengalamannya belajar berenang di sungai Ciliwung saat masih kecil.
"Waktu itu saya masih kecil belajar ngoyor (renang) di kali. Airnya masih bening, setiap tikungan ada kedung (lubang) dalamnya bisa 6 meter," jelasnya kepada TribunJakarta.com di bantaran Sungai Ciliwung pada Jumat (6/11/2020).
Bahkan, ia pernah melihat beberapa jenis fauna yang kini sudah tidak ada di sekitaran kali itu di antaranya senggawangan dan ikan belida.
Baca juga: Rehat Demi Pemulihan Operasi Punggung, Suga BTS Diperkirakan Absen Pada Promosi Album BE
"Sekarang udah enggak ada di kali sini. Senggawangan di kali sini udah punah," katanya lagi.
Menurut pegiat lingkungan tersebut potret Sungai Ciliwung kini sudah sangat jauh berbeda.
Sebagai warga asli Betawi, ia merasa prihatin dengan kondisi sungai yang sudah berubah butek itu.
Ia juga mengingat kondisi kualitas air Sungai Ciliwung yang mulai tercemar.
"Musim panas bulan Juni dulu air Ciliwung mulai hitam. Makanya pernah ada istilah comberan terbesar di dunia. Pas banjir biang keladinya dari Ciliwung," kenangnya.
Berangkat dari keprihatinan itu, Royani memutuskan untuk berkecimpung total menjadi pejuang lingkungan usai pensiun menjadi pegawai di salah satu BUMN di tahun 2011.
Gema Bersuci