TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) meyakini yang terjadi pada enam Laskar FPI adalah pembunuhan yang diduga telah direncanakan.
TP3 mengkalim enam Laskar FPI yang tewas di Tol Cikampek beberapa waktu lalu tidak memiliki senjata api.
Atas dasar itu TP3 meyakini yang terjadi pada enam Laskar FPI adalah pembunuhan yang diduga telah direncanakan.
Dugaan itu ada lantaran terdapat sejumlah inkonsistensi penyampaian fakta terkait tewasnya enam Laskar FPI oleh polisi.
"Dari kompilasi yang dilakukan, TP3 menemukan fakta bahwa Laskar FPI tidak memiliki senjata. Tidak pernah melakukan penyerangan dan dengan demikian tidak mungkin terjadi baku tembak," ucap Anggota TP3 Marwan Batubara di Jakarta, Kamis (21/1/2021).
"TP3 meyakini yang terjadi (pada enam Laskar FPI) adalah pembunuhan yang patut diduga telah direncanakan sebelumnya," sambung Marwan yang dulu dikenal sebagai pengamat masalah migas ini.
Inkonsistensi yang dimaksud bermula dari laporan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran pada 7 Desember 2020 lalu.
Baca juga: Aksi Sulaeman Curi Kambing di Setiabudi Dipergoki Pemilik, Tertangkap Lalu Dibacok hingga Tewas
Baca juga: Pencarian CVR Sriwijaya Air SJ-182 Terus Dilakukan, Tim SAR Bakal Terus Cari Bagian Tubuh Korban
Fadil saat itu mengungkapkan enam Laskar FPI tewas dalam baku tembak sepanjang jalan menuju KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Namun setelah rekonstruksi kejadian, kata Marwan, terungkap fakta bahwa hanya dua Laskar FPI saja yang tewas dalam baku tembak.
Sementara, kata dia, empat lainnya sempat diamankan dalam kondisi hidup meski akhirnya meregang nyawa karena menerima timah panas polisi dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya.
TP3, kata Marwan, menilai apapun alasannya tindakan aparat polisi tersebut sudah melampaui batas dan di luar kewenangan.
"Menggunakan cara-cara kekerasan di luar prosedur hukum dan keadilan, atau ekstra judicial peeling," ujar Marwan.
"Tindakan brutal aparat polisi ini merupakan bentuk penghinaan terhadap proses hukum dan pengingkaran atas asas praduga tak bersalah dalam pencarian keadilan, sehingga bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan peraturan yang berlaku," pungkas Marwan.
Baca juga: Setelah 13 Hari Berlangsung, Operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182 Resmi Ditutup
Hasil Investigasi Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merilis hasil akhir investigasi terkait kasus tewasnya enam anggota laskar FPI.
Peristiwa tewasnya laskar Front Pembela Islam (FPI) terjadi di Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari lalu.
Dalam temuannya, Komnas HAM membagi dua konteks dalam tewasnya enam anggota laskar FPI.
Dari hasil investigasi selama sebulan, Komnas HAM menemukan fakta bahwa ternyata memang ada peristiwa baku tembak antara polisi dengan laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Rizieq.
"Terjadi kejar mengejar, saling serempet, saling serang, dan kontak tembak antara FPI dan petugas, terutama di Jalan Internasional Karawang Barat hingga KM 49 berakhir KM 50," kata Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Choirul Anam saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Anam mengatakan, laskar FPI diduga menggunakan senjata api rakitan saat baku tembak di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 itu.
Baca juga: Update Vaksinasi Covid-19 di Tangsel: Mulai 15 Januari, Hanya Dapat 1.450 Dosis untuk Nakes
Tim dari lembaganya sudah turun langsung ke lapangan menginvestigasi insiden tewasnya anggota laskar FPI.
Dari penelusuran itu, tim Komnas HAM menemukan beberapa barang bukti seperti selongsong peluru dan pecahan bagian mobil.
Dari hasil uji balistik terhadap proyektil dan selongsong peluru yang berhasil ditemukan Komnas HAM, ditemukan 2 proyektil peluru yang identik dengan 2 senjata diduga punya FPI.
"Ada 7 proyektil yang kami temukan. 5 barang bukti bagian dari proyektil. Dari 5 itu, 2 buah identik dengan senjata nonrakitan. 1 identik dengan gagang cokelat, satu tidak identik dengan senjata gagang cokelat maupun gagang putih. Sisanya 3 buah tidak bisa diidentifikasi karena proses perubahan terlalu besar," kata Anam.
Baca juga: Ekspresi MYD saat Minta Maaf Jadi Sorotan, Pakar Sebut Ada Rasa Takut, Grogi, dan Sedih
Kemudian, ada 4 selongsong peluru yang ditemukan Komnas HAM yang juga diuji balistik. Hasilnya 3 identik dengan milik polisi.
"4 barang bukti bagian dari selongsong dinyatakan 1 bukan bagian selongsong. 3 selongsong identik dengan petugas kepolisian," tambah dia.
Uji balistik dilakukan di Labfor Polri didampingi tim dari PT Pindad dan sejumlah LSM dan NGO yang terkait dengan hukum dan keamanan.
Uji balistik dilakukan pada 30 Desember 2020 pukul 10.00 WIB sampai 31 Desember 2020 pukul 02.30 WIB.
"Dalam proses ini semua sangat terbuka melibatkan masyarakat sipil, ahli, termasuk juga punya kesempatan menembakkan salah satu senjata tersebut," ucap dia.
Komnas HAM pun merekomendasikan agar dugaan kepemilikan senjata api laskar FPI tersebut diusut.
FPI sendiri sebelumnya bersikeras bahwa laskar FPI dan pengawal Rizieq tidak punya atau tidak dibekali dengan senjata apa pun. Terlebih senjata api.
"Fitnah besar kalau laskar kita disebut membawa senjata api dan tembak-menembak. Fitnah itu," ucap eks Sekretaris Umum FPI, Munarman.
Baca juga: Gisel Tersangka Video Syur Nangis di Pelukan Wijin Usai Ucap Permintaan Maaf, Melaney Ricardo: Pecah
Munarman menuturkan bahwa Laskar tak pernah dibekali dengan senjata tajam karena mereka terbiasanya menggunakan tangan kosong untuk menyelesaikan masalah yang mengancam keselamatan.
Kala itu, Munarman menuding bahwa keterangan polisi terkait senjata yang dikuasai anggota FPI adalah upaya memutarbalikkan fakta.
Selain temuan senjata yang diduga milik FPI, Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa peristiwa baku tembak yang menewaskan 6 laskar FPI itu berawal dari pengintaian yang dilakukan polisi terhadap Rizieq.
"Bahwa benar pihak Polda Metro Jaya melakukan pengerahan petugas untuk melakukan pembuntutan terhadap MRS sebagai bagian dari proses penyelidikan terkait kasus pelanggaran Protokol Kesehatan," kata Anam.
Anam mengatakan pembuntutan itu bagian dari penugasan berdasarkan surat tugas terhadap sejumlah anggota Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 05 Desember 2020.
Baca juga: Subsidi Gaji Karyawan di Bawah Rp 5 Juta Diperpanjang hingga 2021, Simak Jadwalnya!
Pembuntutan itu yang kemudian berujung bentrok di Tol Cikampek yang menewaskan 6 laskar FPI.
"Mobil rombongan MRS dibuntuti sejak ke luar gerbang komplek perumahan (The Nature Mutiara Sentul), masuk ke Gerbang Tol Sentul Utara 2 hingga Tol Cikampek dan keluar pintu Tol Karawang Timur," kata Anam.
Sepanjang jalur pembuntutan itu disebut bahwa pergerakan iringan mobil masih normal.
"Meskipun saksi FPI mengatakan adanya manuver masuk ke rombongan, versi polisi mengaku hanya sesekali maju mendekat dari jalur kiri tol untuk memastikan bahwa target pembuntutan berada dalam iring-iringan mobil rombongan," kata Anam.
Anam mengatakan, selama pembuntutan itu 2 mobil pengawal Rizieq sempat berhasil menahan laju mobil polisi yang menguntit mereka.
Hal itu dilakukan untuk memberi jalan kepada rombongan utama Habib Rizieq melaju lebih dulu.
Kedua mobil FPI itu berhasil membuat jarak dengan mobil polisi.
Sayangnya, jarak itu tidak dipakai untuk kabur, tapi mereka sengaja menunggu.
Baca juga: Gisel Tersangka Video Syur Nangis di Pelukan Wijin Usai Ucap Permintaan Maaf, Melaney Ricardo: Pecah
"Masuk Karawang Timur 6 mobil melaju lebih dulu meninggalkan 2 mobil pengawal lain. 2 ditinggal mobil Avanza silver dan laskar sus mobil Spin, agar penguntit tidak mendekati HRS dan rombongan," kata Anam.
"Kedua mobil FPI berhasil membuat jarak dengan penguntit, memiliki kesempatan kabur, tapi ambil tindakan menunggu. Akhirnya bertemu kembali dengan 2 mobil petugas," tambah dia.
Komnas HAM sempat menunjukkan foto hasil tangkapan layar CCTV di seberang hotel Swissbell Karawang. Dari situ terlihat mobil Spin tengah berhenti.
Selain itu, Komnas HAM juga menunjukkan rekaman suara yang menunjukkan pengawal Rizieq sengaja menunggu mobil polisi. Pengawal menyebut polisi dengan sebutan Kardun.
Baca juga: Ekspresi MYD saat Minta Maaf Jadi Sorotan, Pakar Sebut Ada Rasa Takut, Grogi, dan Sedih
"Jadi setelah kami kroscek voice note, terus melihat titik-titik di lapangan terus juga melihat linimasa, salah satu temuannya di samping eskalasi adalah terdapat kesempatan menjauh dari mobil petugas, namun malah mengambil kesempatan untuk menunggu mobil petugas tersebut," jelas Anam.
Selanjutnya, Komnas HAM juga memeriksa video capture Smart CCTV yang dilakukan secara manual dengan membandingkan satu titik dengan titik yang lain.
Komnas HAM membandingkan dengan linimasa, jejak digital dengan voice note untuk menentukan dimana kiranya situasinya.
Termasuk mengecek beberapa pelat nomor ke Samsat DKI, Jabar dan Banten.
"Kami cek semua itu jadi karena ada afiliasi tersebut kami cek samsatnya hasilnya antara lain di dalam perjalanan memang terdapat mobil FPI menuju dan keluar di tol Karawang Timur. Berikutnya dalam tangkapan video tersebut terdapat mobil yang konstan melaju dan tidak terlihat gesekan ini di dalam," kata Anam.
Peristiwa ini berulang kali disebutkan sepanjang konferensi pers.
Anam menilai, bagian ini merupakan salah satu yang penting dalam rangkaian peristiwa baku tembak polisi dengan pengawal Rizieq.
"Kalau enggak ada proses menunggu peristiwa KM 50 enggak akan terjadi. Kalau itu tidak ditunggu, enggak akan terjadi," ucap dia.
Puncak ketegangan terjadi saat iringan mobil masuk gerbang tol Karawang Barat.
Baca juga: Fakta-fakta Pemeriksaan Gisel Tersangka Video Syur, Diperiksa 10 Jam hingga Tak Dilakukan Penahanan
Di jalur itu terjadi kejar mengejar, saling serempet dan seruduk antara mobil laskar FPI dan polisi.
Insiden itu berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan mobil Petugas.
"Terutama sepanjang jalan Internasional Karawang Barat, diduga hingga sampai KM 49 dan berakhir di KM 50 Tol Jakarta Cikampek. Bahwa di KM 50 Tol Cikampek, 2 (dua) orang anggota Laksus ditemukan dalam kondisi meninggal, sedangkan 4 (empat) lainnya masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian," imbuh Anam.
Empat laskar yang masih hidup kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 ke atas (menuju Polda Metro Jaya).
Alasan polisi, keempatnya melakukan perlawanan.
Pelanggaran HAM
Terkait penembakan terhadap pengawal Rizieq itu, Komnas HAM menilai ada bagian peristiwa yang merupakan bagian dari pelanggaran HAM.
Anam mengatakan, tewasnya 6 pengawal Rizieq dibagi menjadi 2 peristiwa.
Baca juga: Cerita Di Balik Pemberian Mobil Kuning dari Raffi Ahmad, Dimas Ahmad: Aa Bayarin Dulu, Saya Nyicil
Kejadian pertama, berakibat pada 2 pengawal Rizieq yang tewas.
"Pertama insiden di sepanjang Jalan Internasional sampai pintu tol Karawang Barat sampai KM 49 yang menewaskan 2 laskar merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antar petugas dan laskar dengan senjata api," kata Anam.
Lalu, kejadian kedua dimulai dari rest area KM 50.
Saat itu masih ada 4 pengawal Habib Rizieq yang hidup lalu dibawa polisi ke dalam satu mobil polisi tanpa diborgol.
Mereka lalu dibawa menuju ke Polda Metro Jaya.
Tapi di dalam perjalanan, 4 pengawal Rizieq mendapat tindakan tegas terukur dari polisi setelah pengawal disebut menyerang polisi.
"KM 50 terdapat 4 masih hidup di dalam penguasaan petugas negara pada akhirnya meninggal. Ini bagian dari pelanggaran HAM," kata Anam. "Catatan. Penembakan sekaligus 4 orang dalam satu waktu tanpa menghindari adanya korban lebih banyak mengindikasikan unlawfull killing," ucap Anam.
Baca juga: Sama-sama Minta Maaf Soal Video Syur, Gisel Dinilai Pakar Lebih Kongkrit dari Nobu: Subjek Diungkap
Atas temuan itu, Komnas HAM merekomendasikan agar kasus tewasnya empat anggota laskar FPI di tangan polisi itu diusut melalui mekanisme pengadilan pidana.
"Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan," ujar Anam.
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar penegak hukum mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang berada di mobil Avanza hitam bernomor polisi B1739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD.
Rekomendasi berikutnya yaitu mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI.
Serta meminta proses penegakan hukum yang akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar HAM.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan hasil penyelidikan itu akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo seperti saat pihaknya menyelidiki kasus penambakan di Intan Jaya, Papua.
"Kasus (penembakan) Intan Jaya, kami sampaikan pada Presiden, ini pun akan kami sampaikan pada Presiden," kata Taufan pada kesempatan yang sama.
Dia berkata, hasil penyelidikan ini harus diserahkan ke Jokowi karena ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti.
Tanggapan Polisi
Terkait hasil investigasi Komnas HAM itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, Polri menghargai investigasi tersebut.
"Tentunya yang pertama Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dan komnas HAM," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2021).
Namun begitu, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Komnas HAM mengenai hasil investigasinya tersebut kepada Polri.
Argo mengatakan, Polri akan mengkaji ulang hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM.
"Kedua, Polri masih menunggu surat resmi yang nanti dikirim ke Polri. Tentunya akan kita pelajari rekomendasi maupun surat itu yang masuk ke Polri," jelas Argo.
Selanjutnya, imbuh Argo, Polri melakukan penyidikan terkait kasus bentrokan FPI-Polri selalu berlandaskan hukum.
Nantinya, hal itu akan dibuktikan di persidangan.
"Penyidik maupun Polri dalam melakukan suatu kegiatan penyidikan suatu tindak pidana tentunya berdasarkan keterangan saksi keterangan tersangka barang bukti maupun petunjuk. Tentunya nanti semuanya harus dibuktikan di sidang pengadilan," ujarnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews dengan judul TP3 Sebut 6 Laskar FPI Tidak Bersenjata dan Tidak Menyerang Polisi