Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman TohirÂ
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT - Sektor perhotelan di Tangerang Selatan (Tangsel) turut menjerit diterpa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun.
Pemasukan jasa penginapan dan pertemuan itu sangat bergantung dengan mobilitas masyarakat.
Di tengah situasi yang dianjurkan untuk berdiam di rumah dan mengurangi mobilitas, hotel kini jarang disambangi.
Hotel Tidak Mati tapi Pingsan
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tangsel, Gusri Effendi, menganalogikan kondisi perhotelan di Tangsel tidak dengan kata mati, tapi pingsan.
Hotel masih berdiri dan operasional tetap berjalan, namun bak dirasuki virus corona, kondisinya meregang nyawa.
Tingkat okupansi paling tinggi hanya 20%, dan kondisi tersebut termasuk merugi.
"Hotel di Tangsel belum mati, belum ada yang tutup, pingsan iya," kata Gusri usai mengadukan nasib para pengusaha hotel dan restoran ke Wakil Wali Kota Tangsel Pilar Saga Ichsan dan Ketua DPRD Tangsel Abdul Rasyid di Balai Kota Tangsel, Jalan Maruga, Ciputat, Selasa (10/8/2021).
Pemasukan dari okupansi sebanyak 15% - 20% hanya bisa memenuhi operasional hotel.
"Ya penerimaan 15% sampai 20%. Ya rugi pasti rugi kalau 20% tamunya, gaji karyawannya, maintenance, listriknya," ujar Gusri.
Upaya efisiensi agar tetap bertahan adalah dengan mengakali kerja pegawai.
"Terpaksa digilir," ujarnya.
Baca juga: Fakta-fakta Tragedi Kebakaran Maut di Tangerang, Didalangi Mantan Pacar yang Tidak Direstui Orangtua
Hotel Megap-megap
Sementara, General Manager Hotel Sahid Serpong, Herke Thomas Heryana, bahkan memiliki istilah lain untuk menggambarkan kondisi hotelnya.