Pembelajaran Tatap Muka

Belajar di Sekolah: Anak-anak Antusias, Orangtua Murid Menjerit Soal Keuangan hingga Tunggak SPP

Penulis: Pebby Ade Liana
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SMKS 17 Agustus 1945 2 Jakarta adalah salah satu sekolah yang sudah menggelar tatap muka secara terbatas pada Senin 30 Agustus 2021 hari ini.  

Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana

TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET - Sekolah tatap muka terbatas yang mulai dilaksanakan hari ini, tak hanya menyasar kepada sekolah-sekolah Negeri di DKI Jakarta. 

Sejumlah sekolah swasta, juga tercantum dalam daftar 610 sekolah yang menggelar tatap muka terbatas pada Senin (30/8/2021) hari ini.

Satu diantaranya, ialah SMKS 17 Agustus 1945 2 Jakarta yang berlokasi di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Menurut Kepala Sekolah SMKS 17 Agustus 1945 2 Winarno, pelaksanaan sekolah tatap muka ini begitu disambut antusias oleh anak-anak.

"Anak-anak antusias apalagi SMK kan harus praktek. Di hari pertama ini, tidak ada kendala berarti, semua sudah siap. Prokes kita jalankan dari depan, masuk cuci tangan dulu, baru dites suhunya. Kalau lebih dari 37 derajat, ada ruang isolasi. Kebetulan hari ini nggak ada yang lebih dari 37 derajat. Jadi semua langsung bisa masuk kelas," kata Winarno, Senin (30/8/2021).

Menurut Winarno, tak ada kendala yang berarti dalam pelaksanaan hari pertama sekolah tatap muka kali ini.

Hanya saja, kendala lebih kepada pelaksanaan pembelajaran secara umum selama pandemi Covid-19.

Baca juga: Hari Pertama Sekolah Tatap Muka, Disdik DKI Akui Kesulitan Cegah Kerumunan Orang Tua

"Khususnya bagi sekolah swasta. Jadi kita saat PPKM diperpanjang, sedihnya membayangkan di situ. Membayangkan orangtua dalam kondisi yang berat," kata Winarno.

Winarno bercerita, banyak orangtua murid yang mulai mengeluhkan masalah keuangan selama pandemi Covid-19.

Alasannya, mulai dari terdampak pengurangan karyawan imbas pandemi Covid-19, atau juga pengurangan gaji selama bekerja di tengah pandemi Covid-19.

Bahkan, ada sejumlah anak didiknya yang terpaksa sampai menunggak SPP hingga dikhawatirkan tidak lanjut sekolah.

"Biasanya kami beri waktu, bayaran nunggak gapapa yang penting sekolah dulu, perbulannya Rp 350 ribu. Keluhan banyak, mungkin hampir semua (sekolah) swasta,"

"Kita kasih toleransi, lalu anak-anak bayar pakai KJP, alhamdulillah KJP membantu bisa meringankan beban. Meskipun harapan kami semua dapat," kata Dia.

Memang, dia mengakui sejauh ini Pemprov DKI Jakarta telah memberikan stimulus kepada para siswa. 

Salah satunya, melalui program Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang bisa dipergunakan untuk keperluan sekolah.

Baca juga: Kasudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur: Ada 94 Sekolah di 5 Kecamatan Gelar Belajar Tatap Muka

Namun harus diakui, kata Winarno program ini tidak menyasar kepada 100 persen anak didiknya.

Terlebih, ada beberapa anak yang berasal dari luar DKI Jakarta dan tidak memiliki KJP.

"Kalau warga DKI, alhamdulillah masih kebantu. Yang kasihan yang dari luar DKI. (Siswa) yang dari luar DKI ada. Memang gak banyak sih, tapi ada," imbuhnya.

"Ya mungkin kita harus lebih semangat lagi. 1,5 tahun ini kan cukup lama. Ekonomi lagi susah. Jadi banyak orangtua ini, kalau dulu ada angkot, sekarang anak-anak harus naik ojek. Kalau PP (pulang-pergi) agak mahal. Ada beberapa orangtua yang mengeluhkan sering-sering tatap muka dengan kondisi pendapatan mereka ini," tuturnya.

Sejumlah keluhan seringkali dilontarkan oleh pihak orangtua murid selama pandemi Covid-19.

Hal ini, yang kemudian menjadi perhatian khusus bagi pihak sekolah di SMKS 17 Agustus 2 Jakarta.

Selain memberikan toleransi, Winarno menyebut, pihaknya juga telah memfasilitasi siswa yang terkendala dalam pelaksaan pembelajaran jarak jauh.

Baca juga: Satgas Covid-19 Awasi Penerapan Prokes Pada 201 Sekolah di Jakarta Timur yang Gelar PTM

"Sekolah mengadakan HP, Jadi istilahnya kami pinjamkan. Tapi juga gak banyak. Kemarin yang mengajukan ada 10 siswa. Tapi tertangani 9 orang, dan yang tidak ada 1 orang. Akhirnya kita belikan 1 dengan sistem pinjam. Karena kalau dia mau bayar berat. Nanti kalau sudah selesai PJJ, dikembalikan sebagai inventaris sekolah," kata Winarno.

"Memang kondisi ekonomi lagi seperti ini, sekolah paham. Oleh karena itu saya juga tekankan ke guru ngajarnya jangan terlalu berat. Gak usah sampai keluarkan biaya-biaya. Kalau bisa, saya minta ke diskusi aja. Bagaimana kreatifitas muncul. Kalaupun harus ada prakarya, usahakan dari daur ulang saja yang gak ada biaya," ujarnya. (*)

Berita Terkini