Menurut Gembong, perkara penunjukkan ketua pelaksana terlalu teknis.
Pihaknya hanya akan berbicara banyak tentang anggaran yang menurutnya mubazir dan tidak bermanfaat untuk warga Jakarta.
"Itu kan teknis. Teknis pelaksanaan urusan eksekutif lah dan eksekutif kan sudah mendelegasikan kepada JakPro. Itu urusan JakPro, kita gak ikut campur urusan itu. Urusan JakPro sama eksekutif silakan mau menghire siapa, mengajak siapa, itu hak nya eksekutif dan penyelenggara," jelas Gembong.
Saat itu, Gembong tidak menaruh curiga soal unsur politis pada sosok Sahroni.
Pasalnya Gembong bersama sejumlah Dewan Kebon Sirih lainnya hanya mengurusi perihal anggaran untuk commitment fee.
Sedari awal, kata Gembong, tujuan interpelasi lantaran tak adanya transparasi dana kepada DPRD DKI.
"Urusan kita kan soal transparasi anggaran aja. Ketika bicara Formula E mau dilaksanakan silakan, tetapi konsekuensinya adalah interpelasi yang kita gulirkan masih on."
"Oh itu kan interpelasi masih rapat paripurna yang ditunda kan, masa dibuka enggak ditutup, ngablak terus dong," tandasnya.
PSI Kritik NasDem
Penunjukan Sahroni sebagai Ketua Pelaksana Formula E di DKI belakangan memang menuai polemik.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai langkah-langkah Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni terkait pelaksanaan Formula E membahayakan posisi Presiden Jokowi.
Maka itu, Sekjen PSI Dea Tunggaesti menilai Nasdem seharusnya minta Sahroni mundur dari kepanitiaan ajang balap mobil tersebut.
“Kalau saya jadi Bang Surya Paloh, saya akan minta Mas Sahroni sebagai Bendahara Umum Partai Nasdem dan Anggota DPR RI untuk mundur dari jabatan ketua pelaksana Formula E. Meskipun Mas Sahroni menjadi ketua pelaksana Formula E sebagai Sekjen Ikatan Motor Indonesia (IMI), hal itu tidak dapat dipisahkan dari jabatannya di Nasdem,” kata Dea dilansir dari Tribunnews.com, Selasa (30/11/2021).
Dea mengatakan langkah Sahroni membahayakan karena membawa-bawa Jokowi ketika masih banyak persoalan membelit Formula E.
“Formula E sedang diselidiki KPK. Eh, panitia malah minta bertemu Presiden Jokowi. Hal itu tidak layak dilakukan, baik secara politis dan etis. Langkah-langkah Mas Sahroni membahayakan Pak Jokowi,” lanjut Dea.