Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Beredar kabar pencopotan politisi Gerindra Mohamad Taufik dari kursi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur.
Terlebih, nama Taufik sempat disebut-sebut oleh eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dalam sidang pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) beberapa waktu lalu.
Kabar ini pun langsung dibantah Taufik, ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tak terlibat dugaan korupsi itu.
"Saya kira enggak ada masalah ya, kenapa dikaitkan sama Munjul. Saya enggak ada hubungannya sama Munjul," ucapnya saat dikonfirmasi, Jumat (1/4/2022).
Politisi yang sudah sejak 2014 lalu menjadi pimpinan dewan ini menampik tudingan yang menyebut dirinya ikut mengatur pembelian lahan yang menyeret Yoory tersebut.
Baca juga: Dicopot dari Pimpinan DPRD Usai Doakan Anies Jadi Presiden, Taufik Gerindra: Masa Doa Aja Gak Boleh?
"Ya semua orang bisa disebut dalam sidang, banyak kejadian seperti itu. Tapi itu kan bukan di bawah koordinasi saya," ujarnya.
"Saya enggak ada hubungannya sama Munjul," sambungnya.
Dilansir dari Tribunnews.com, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi atas kasus pengadaan tanah di Munjul untuk program hunian DP Rp 0, Kamis (3/2/2022).
Dalam sidang yang beragendakan mendengar keterangan terdakwa eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles Pinontoan.
Dalam persidangan ini, nama Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik disebut dalam proses pembayaran tahap II terkait pengadaan tanah di Munjul.
Hal itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Yoory poin 75 yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Yoory mengamini pernyataan itu.
Baca juga: Trubus Sebut KPK Ingin Tahu Sejauh Mana keterlibatan Mas Anies di Kasus Pengadaan Tanah Munjul
"Baik dalam BAP 75 'Saya pernah diingatkan oleh Yadi (Senior Manager PPSJ). Bahwa, pernah ditelpon oleh Taufik dimana meminta kepada saya agar membantu Tommy Ardian (Direktur Utama PT Adonara Propertindo) dalam proses pembayaran tahap II terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur," kata tim jaksa Takdir Suhan, dalam persidangan, Kamis (3/2/2022).
Lebih lanjut, dalam sidang ini Yoory mempertegas bahwa permintaan dari Taufik itu dia ketahui dari Yadi yang merupakan rekan kerjanya.
Berdasar sepengatahuan Yoory, Taufik kerap kali mengawasi jalannya operasional Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Hal itu terungkap saat jaksa Takdir menanyakan terkait peran Taufik.
"Di sidang kaitannya dengan pak Taufik. pernah ada diminta mengatasnamakan Tommy, supaya selekasnya dibantu?" tanya jaksa.
"Saya tidak mengingat itu ya. tapi yang saya tahu beliau melakukan monitor terhadap kegiatan Sarana Jaya," ujar Yoory.
Sebagai informasi, dalam perkara ini turut menjerat lima terdakwa yakni eks Dirut PP Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan; Dirut PT Adonara Propertindo Tommy Adrian; Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene; dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar serta PT Adonara Propertindo sebagai terdakwa korporasi.
Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Rudy Hartono Iskandar merugikan negara sebesar Rp152,5 miliar dari hasil korupsi pengadaan tanah di Munjul.
JPU KPK mendakwa ketiganya melakukan perbuatan rasuah bersama mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Baca juga: Terkait Keturunan Eks Anggota PKI Boleh Jadi Tentara, Faldo Maldini: Saya Kira Tidak Ada yang Salah
Tak hanya merugikan keuangan negara, mereka didakwa memperkaya PT Adonara sejumlah Rp152,5 miliar.
“Yaitu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp152.565.440.000,” bunyi surat dakwaan Tommy, Anja, dan Rudy yang didapat Tribunnews.com, sebagaimana dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Penuntut umum menyatakan pada November 2018, Yoory menyampaikan kepada Tommy Adrian selaku Direktur PT Adonara Propertindo bahwa PD Sarana Jaya sedang mencari tanah untuk melaksanakan program rumah DP 0 Rupiah.
Kriteria tanah di antaranya berlokasi di Jakarta Timur dengan syarat luas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal row jalan sekitar 12 meter.
Pihak Adonara kemudian menemukan tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus.
Kongregasi suster awalnya menolak menjual tanah itu karena menganggap mereka broker.
Tetapi akhirnya setuju setelah didekati oleh Anja Runtuwene.
KPK menyatakan Perumda Sarana Jaya atas perintah Yoory membayar total Rp152,5 miliar kepada Anja Runtuwene.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Minta KPK Panggil Anies Terkait Dugaan Korupsi Formula E, Gerindra: No Comment
KPK menganggap pembayaran Sarana Jaya itu atas pembelian tanah itu tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan untuk program DP 0 Rupiah.
Lembaga antirasuah menyatakan sebenarnya bawahan Yoory sudah beberapa kali melakukan kajian.
Hasilnya, tanah Munjul dianggap tidak layak untuk dijadikan hunian. Namun, Yoory tetap memerintahkan pembayaran tersebut.
Selain itu, menurut jaksa, kepemilikan tanah Munjul juga tidak pernah beralih ke Sarana Jaya. Sehingga telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp152,5 miliar.