Kala itu, 1958 terjadi peristiwa pencemaran merkuri paling dahsyat.
Saat itu, PT Chisso membuang limbah kimianya di Teluk Minamata dalam jumlah besar. Ikan-ikan tercemar merkuri dan banyak warga terkena penyakit dan alami cacat fisik.
Bahkan ratusan warga lainnya meninggal akibat kelumpuhan syaraf setelah mengonsumsi ikan yang mengandung merkuri.
Di Indonesia, mencegah pencemaran Merkuri serupa, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) juga terlibat dalam upaya mengolah limbah merkuri.
Perlu diketahui, limbah merkuri bukan hanya ada di industri, namun juga terdapat di sekeliling kita, di rumah kita diantaranya lampu TL.
Dijelaskan Arum, proses pengolahan merkuri yang berada di lampu TL dilakukan secara aman dan sesuai regulasi dengan menggunakan alat yang dinamakan bulb eater.
Alat ini merupakan sebuah sistem tertutup yang mampu menghancurkan lampu TL sekaligus mengisolasi debu dan uap merkuri di dalamnya.
Uap merkuri tersebut kemudian diserap dengan karbon aktif dan filter HEPA.
Selanjutnya pecahan lampu serta karbon aktif dan filter HEPA yang telah jenuh diolah melalui proses stabilisasi/enkapsulasi dan ditimbun secara aman ke dalam landfill (lahan timbus).
Baca juga: Penuhi Standar, PPLI Jadi Rujukan Aparat Penegak Hukum Pelajari Cara Mengelola Limbah B3 Yang Benar
PPLI berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam menangani limbah lampu bermerkuri agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat, dapat membantu upaya untuk mengurangi potensi pencemaran merkuri, sehingga dapat melindungi generasi mendatang dari ancaman bahaya merkuri.