TRIBUNJAKARTA.COM - Pergantian nama jalan bukanlah sekedar perubahan nomenklatur, keruwetan mengurus ulang dokumen kependudukan, tapi juga ada sejarah dan budaya yang hilang.
Berbagai peristiwa terekam di daerah yang erat dengan sebuah nama. Belum lagi dengan sejarah di balik penunjukkan sebuah nama jalan.
Ada juga pesan dan doa dari sebuah nama jalan.
Semua itu sirna kala diganti oleh nama yang baru.
Hal itulah yang disoroti Sejarawan JJ Rizal kala menanggapi kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang mengganti 22 nam jalan di Jakarrta dengan nama 22 tojoh Betawi.
Baca juga: JJ Rizal Ungkap Kisah Toleransi di Balik Nama Jalan Warung Buncit yang Kini Tergantikan
"Penggantian nama jalan itu juga dikuatirkan jika asal akan menimbukkan kerugian kehilangan sejarah dan nilai budaya. Sebab pada nama tempat, nama jalan juga tersimpan sejarah dan nilai budaya yang penting," kata JJ Rizal kepada TribunJakarta.com, Rabu (29/6/2022).
Pendiri Penerbit Komunitas Bambu itu menyebut Jalan Warung Buncit Raya sebagai contohnya.
Kini nama Warung Buncit sudah tiada. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggantinya menjadi Jalan Hj. Tutty Alawiyah.
Padahal, menurut JJ Rizal, Warung Buncit memiliki sejarah tentang toleransi orang Betawi di Jakarta.
Kata Buncit berasal dari seorang tokoh Tionghoa, yakni Tan Boen Tjit.
Tan Boen Tjit dikenal sebagai sosok yang pemurah terhadap warga pribumi Jakarta hingga begitu dihargai.
"Jalan Warung Buncit Raya itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi. Mereka (warga Betawi) yang identik dengan Islam memberi nama daerah dengan jalannya nama seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit. Inilah toponimi Warung Buncit. Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita," kata JJ Rizal.
"Persoalannya bukan pada nama tokohnya, meskipun ada tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi pada kurangnya kehati-hatian dalam proses memilih tempat menaruh nama-nama tokoh tersebut," tambahnya.
Selain Warung Buncit, JJ Rizal juga menyebut Jalan Kebon Kacang dan Jalan Bambu Apus yang sarat akan nilai budaya.
Kebon Kacang dan Bambu Apus merupakan representasi harapan akan kota yang hijau.
Baca juga: Sejarawan Bicara Pesan Penting Leluhur di Balik Nama Jalan Kebon Kacang dan Bambu Apus
Ketika pembangunan terus memberangus kerimbunan Jakarta, nama-nama jalan yang menggunakan kata pepohonan itu akan mengingatkan kembali akan pesan leluhur tentang menjaga lingkungan.
"Pada nama Kebon Kacang atau Bambu Apus, ini toponimi (nama tempat) yang mengandung pesan leluhur untuk mengajak kita mengorientasikan kota ke masa depan sebagai kota hijau," kata JJ Rizal.
Pentingnya nama Kebon Kacang dan Bambu Apus semakin terasa ketika mengasosiasikannya dengan kondisi ruang terbuka hijau di Jakarta.
"Nah, ini pesan yang penting karena sekarang Jakarta krisis ruang terbuka hijau," tegasnya.
Di akhir masa jabatnya sebagai orang nomor satu di DKI, Anies mengganti Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan menjadi Jalan H. M. Shaleh Ishak dan Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara menjadi Jalan M. Mashabi.
Sementara, Jalan Raya Bambu Apus diganti menjadi Jalan Jalan Mpok Nori.
"Persoalannya bukan pada nama tokohnya, meskipun ada tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi pada kurangnya kehati-hatian dalam proses memilih tempat menaruh nama-nama tokoh tersebut," jelas JJ Rizal.
Selain perkara sejarah dan nilai budaya yang hlang dari pergantian nama jalan, sejumlah hal benar-benar harus dihitung matang sebelum mengeksekusinya.
JJ Rizal memberi batas-batas apa saja yang harus dilakukan jika ingin merubah nama jalan, terlebih dalam jumlah yang banyak.
"Persoalannya adalah harus disiapkan betul-betul para tokohnya melaluj riset biografis yang pantas. Termasuk di dalamnya Pemprov DKI Jakarta pun harus menyiapkan tempat yang pantas sesuai yang diamanahkan PP nomor 2 tahun 2021 tentang rupa bumi dan tentu sosialisasi yang baik."
"Percuma jika asal taro nama-nama tokoh Betawi yang sudah diriset itu malah berbalik menjadi kontroversi dan bahkan mencemar masyarakat Betawi dalam prasangka etnosentrisme," paparnya.
Di sisi lain, JJ Rizal melihat niat positif Anies yang ingin memberi penghormatan kepada tokoh Betawi di rumah sendiri.
"Sudah terlalu lama orang Betawi disingkirkan dan dilupakan di kampungnya sendiri yang menjadi ibukota dan jantung pembangunan nasional."
"Padahal tokoh-tokohnya menyumbang dalam pergerakan nasional dan revolusi kemerdekaan serta menumbuhkan karya seni kreatif kerakyatan. Ini memang patut dihargai dan diberi ruang dalam kota agar memori masyarakat serta adat Betawi tidak tersingkir," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anies mengganti 22 nama Jalan di Jakarta dengan nama tokoh Betawi.
"Kami ingin agar mereka dikenang untuk menjadi hikmah bagi kita. Kita berharap generasi sekarang saat melihat nama sebuah jalan maka mereka terinspirasi, mereka belajar tentang sejarah hidupnya, dan mereka bisa mengambil pelajarannya untuk menjadi inspirasi," kata Anies saat meresmikan pergantiana nama jalan tersebut di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).
Selain jalan, ada juga nama kampung dan gedung yang turut diganti.
Berikut daftar pergantian nama jalan, gedung dan zona di Jakarta:
Nama jalan
1. Jalan Entong Gendut (sebelumnya Jalan Budaya)
2. Jalan Haji Darip (sebelumnya Jalan Bekasi Timur Raya)
3. Jalan Mpok Nori (sebelumnya Jalan Raya Bambu Apus)
4. Jalan H. Bokir Bin Dji'un (sebelumnya Jalan Raya Pondok Gede)
5. Jalan Raden Ismail (sebelumnya Jalan Buntu)
6. Jalan Rama Ratu Jaya (sebelumnya Jalan BKT Sisi Barat)
7. Jalan H. Roim Sa'ih (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Barat)
8. Jalan KH. Ahmad Suhaimi (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Timur)
9. Jalan Mahbub Djunaidi (sebelumnya Jalan Srikaya)
10. Jalan KH. Guru Anin (sebelumnya Jalan Raya Pasar Minggu sisi Utara)
11. Jalan Hj. Tutty Alawiyah (sebelumnya Jalan Warung Buncit Raya)
12. Jalan A. Hamid Arief (sebelumnya Jalan Tanah Tinggi 1 gang 5)
13. Jalan H. Imam Sapi'ie (sebelumnya Jalan Senen Raya)
14. Jalan Abdullah Ali (sebelumnya Jalan SMP 76)
15. Jalan M. Mashabi (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara)
16. Jalan H. M. Shaleh Ishak (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan)
17. Jalan Tino Sidin (sebelumnya Jalan Cikini VII)
18. Jalan Mualim Teko (sebelumnya Jalan depan Taman Wisata Alam Muara Angke)
19. Jalan Syekh Junaid Al Batawi (sebelumnya Jalan Lingkar Luar Barat)
20. Jalan Guru Ma'mun (sebelumnya Jalan Rawa Buaya)
21. Jalan Kyai Mursalin (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang)
22. Jalan Habib Ali Bin Ahmad (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang)
Kampung
1. Kampung MH Thamrin (sebelumnya bernama Zona A PBB)
2. Kampung KH. Noer Ali (sebelumnya bernama Zona Pengembangan)
3. Kampung Abdulrahman Saleh (sebelumnya bernama Zona B)
4. Kampung Ismail Marzuki (sebelumnya bernama Zona C)
5. Kampung Zona Embrio (sebelumnya bernama Zona Embrio)
Gedung
1. Gedung Kisam Dji'un (sebelumnya Gedung PPSB Jakarta Timur)
2. Gedung H. Sa'aba Amsir (sebelumnya Gedung PPSB Jakarta Selatan)