Dengan tegas Slamet hanya bisa menyingkat deskripsinya: ini soal menembak atau ditembak.
"Alhamdulillah, kalo peperangan kita nggak bisa cerita. Bagaimana mau cerita, kalo kita nggak nembak kan kita ditembak, kayak nonton film aja gimana sih," ucapnya.
"Saya zaman Permesta, kita persenjataan kan masih senjata biasa, Permesta sudah mending," sambung Slamet.
Salah satu yang paling diingat Slamet ialah caranya bertahan hidup menjaga perut tetap terisi ketika sedang berada di ganasnya hutan rimba.
Baca juga: Cerita Veteran Perang Suripto, Berjuang Sejak SMP Lawan Tentara Belanda, Kegagahan Masih Terlihat
Slamet bercerita, ia dan sesama anggota TNI saat itu tak jarang harus mencari dan membunuh tikus untuk bisa mengisi perut kosongnya.
"Kalau di Manado sana tikus juga kita makan," katanya sambil tersenyum.
Namun, tikus yang dimakan Slamet bukan sembarang tikus.
Ia hanya akan mencari tikus pohon yang dianggapnya bersih karena binatang pengerat tersebut hanya memakan buah-buahan.
"Kalau tikus dia tikus pohon, memang dia bersih. Tikus pohon makannya buah," ucapnya.
Bisanya tikus hutan dibakar untuk dibuang bulunya, lalu dimasak dengan berbagai bumbu untuk kemudian disantap.
Slamet bertugas dalam perang Permesta di Manado selama dua tahun.
Setelahnya, Slamet kembali ditugaskan dalam Operasi Trikora (1961-1962) dan Operasi Dwikora (1963-1966).
Operais Trikora sendiri merupakan perlawanan Indonesia yang sudah merdeka terhadap pendudukan Belanda di Papua Barat pada tahun 1961-1962.
Sedangkan Operasi Dwikora merupakan konfrontasi Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia berdasarkan arahan Presiden Soekarno.