Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat minimnya pengajuan permohonan justice collaborator dari tersangka penyalahguna narkotika.
Meski peredaran narkotika merupakan kejahatan terorganisir yang melibatkan kelompok, tapi tidak banyak tersangka yang mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus menjeratnya.
Tenaga Ahli LPSK Syahrial Martanto mengatakan berdasar catatan per tahun jumlah pengajuan permohonan justice collaborator dalam kasus narkotika bahkan sangat minim.
"Kasus narkoba itu termasuk yang kalau rekan-rekan melihat laporan tahunan LPSK kasus narkoba itu minim dari sisi jumlah yang mengajukan permohonan," kata Syahrial Martanto, Selasa (12/12/2022).
Merujuk catatan LPSK, minimnya pengajuan permohonan justice collaborator di kasus narkotika karena tersangka tidak memiliki keterangannya tidak membantu pengungkapan.
Pengungkapan kasus narkotika justru hasil dari penyelidikan dan penyidikan petugas, bukan dari keterangan saksi pelaku sehingga permohonan justice collaborator tidak memenuhi syarat LPSK.
"Petugas sendiri yang melakukan penangkapan. Jadi memang kalau dari sisi jumlah minim. Namun kami tetap melakukan analisa permohonan, apakah sesuai dengan ketentuan UU atau tidak," ujarnya.
Baca juga: LPSK Tolak Permohonan Justice Collaborator AKBP Doddy Prawiranegara di Kasus Irjen Teddy Minahasa
Syahrial menuturkan yang menjadi keresahan LPSK kini adalah pengajuan justice collaborator dari penyalahguna narkotika ketika sudah menjadi narapidana atau divonis pengadilan.
Sementara seorang saksi pelaku patutnya bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus sejak dari tingkat penyelidikan, penyidikan, hingga pengadilan berjalan.
"Masa JC (justice collaborator) setelah dilakukan pembinaan di Lapas kemudian jadi JC kan lucu. Ini pendapat kami ya," tuturnya.
Terlebih berdasar catatan LPSK banyak pengajuan justice collaborator yang dilakukan narapidana, tapi justru tidak melalui LPSK sebagaimana ketentuan UU Nomor 31 Tahun 2014.
Syahrial menuturkan pemerintah kini sedang menggodok peraturan agar hak khusus mendapat remisi tahanan yang dimiliki seorang justice collaborator diberikan secara tepat.
"Ini untuk mengurai problem-problem selama ini. Apakah jumlah (narapidana mengajukan permohonan justice collaborator) yang luar biasa itu JC atau bukan," lanjut Syahrial.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News